Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2016

Sepucuk Harapan Yang Tertinggal

Dia bergelayut di bawah remangnya lampu jalan. Rentan terkena debu kendaraan. Sesekali proyek jalan menutupi bentuknya. Kini aku berada semakin dekat dengannya. Aku hampiri di tengah padatnya Jalan Raya Ir.Sukarno, Surabaya. Aku melihat fakta bersamanya. Gedung apartemen yang baru itu sudah tinggi menjulang dengan banyak cahaya. Sedangkan gedung cantik itu bersebelahan dengan rumah sederhana yang sama bersusun dengannya. Namun, hanya dari tripleks dan kayu sederhana sebanyak tiga tingkat. Malam ini kususri jalan bersamanya. Jalanan yang ramai tapi sepi. Kerlap kerlip cahaya terlihat tidak bermakna. No debate No discuss. Hanya aku dan sepucuk harapan yang duduk tenang di dalam bus bersama beberapa orang lainnya. Tak sedikitpun dia mengizinkanku untuk mengingat "dia", "dia", dan "mereka". Pundakku biasanya terasa berat dan kini entah kenapa semua terasa lega. Aku merasa menemukan kembali siapa aku. Menyadarkan kembali apa dan siapa yang pantas. Ooh

Surat Perjalanan

Segar, bergairah dengan ketenangan, merasakan dengan haru, dan aku bernapas dengan lega. Mungkinkah masa pencarian ini akan segera usai? Setahun lalu, semua terasa sulit. Merasa hampa, ditinggal, kehilangan, benci, sakit hati, dan segala penyakit mental yang juga muncul bersama adaptasi yang menyenangkan di kampus. Walaupun tidak sepenuhnya menyenangkan, semoga ucapan ini akan menjadi doa yang menjadi nyata Serempak dengan detak jantung yang tak teratur dan denting jarum jam yang berbunyi akur, aku mulai belajar dan memetik indah semuanya. Kepahitan memang bisa menjadi aroma semerbak harum alias berubah wujud menjadi sesuatu yang berbeda. Dulu, serasa semua bisa dimiliki dan sekarang aku sadar semua bisa menghilang seketika. Ingin seperti dia yang dikelilingi banyak teman dan bisa pergi kemana saja. Inhin seperti mereka yang bisa berkumpul dalam banyak kesempatan meski berbeda jurusan. Ingin seperti mereka yang tetap berhubungan baik meski jarak beribu kilometer. Ingin seperti dia

Luput dan Harapan

Matahari enggan menyapa jiwa yang masygul Bahkan meniupkan sehembus napas pun luput Di sela napas yang menyesak, ada setitik noktah hitam Noktah yang memberi sedikit cahaya Hanya satu kata terbaca, tak jelas karena lasak bergerak dalam akal Hujan mengguyur sepi yang lama berandang Tidak ada kata sani yang indah terdengar, hanya nyenyat Mulut pun meracau tidak terima Harapan terhempas di atas tumpukan duri yang pedih  Terjatuh dari ketinggian yang tak pernah terduga Bukan karena seorang pun semua menjadi luput Hanya karena lelah menjadikan semua terlihat luput dan pupus Satu kata sederhana, bermakna pahit nan melelahkan Semua ucapan adalah hampa tak bergerak untuk jiwa yang sedang luput Mencoba menggali lagi potongan yang telah hilang Noktah itu muncul lalu hilang, muncul lalu pergi Di sini ramai, terasa sepi Setelah diam, mencari tempat untuk bertafakur dan muhasabah Mencari lagi hakikat bahagia di dalam benak yang tersembunyi Untuk apa