Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

I Need You

Aku tahu, bahwa semua ujian ini diberikan-Nya untuk membuatku menjadi manusia yang lebih baik. But, in all of this sadness and worry, I also pray that there will be a person who wants to listen. It's been a long time since I had ever had that kind of person. It's not about I'm not grateful of what I have. I'm so grateful of all friends around me that gives support in their way. I have issues in my life. I can't tell what I really feel since my close friends can't ask me " how are you no more". Maybe they are too bored for looking my sad face or hearing my babble. I know we have our own problems. It's just like I feel I'm going to losing hope. I don't know where to tell if it's not to Allah swt. I know the answer will come. I know if I never try, I will not get the answer. I am too desperate of finding it. The people I trust and could calm down my feeling has gone one by one. I can't blame it because I know they have their own

Yogyakarta, 24 December 2018

This short journey wasn't something I planned well. Right until I write about it, I still really don't know what the hell I'm doing. I assessed myself which in my assessment isn't good enough if I'm alone. Because my friend decided to go, so I went also in the purpose of sillaturrahmi and push my self to finish my Tugas Akhir. Out of its confusing thought, I'm so grateful to have some friends who I could meet. They're kind to accompany me doing things, specially Nisa. The others also did the good things of willingness to meet me and shared a lot of information. To gather again with them in different time is a pleasure. Watching them who has grown in personality and the way of thoughts. After met them in the afternoon, one of them ask me to go out. He's a friend who's not really close to me when we were in high school. Maybe it's a part of God's plan. I decided not to go with my girl friends because he also didn't want to go to the pl

Keresahan Sosial

        Terkadang kita suka sekali mengoceh, mengomeli takdir yang sudah terjadi. Atau menyalahi diri sendiri akibat kegagalan yang sudah diberikan. Atau terkadang kita lupa mengapresiasi diri karena terlalu sibuk membandingkan diri dengan pencapaian orang lain. Mungkin tidak bermaksud untuk membandingkan, tapi bagaimana kalau hal tersebut dicapai oleh orang terdekat kita. Sementara setelah ke sekian kali kita mencoba, tak dapat memperoleh hal tersebut.       Di dunia yang semakin berkembang, entah menjadi biadab atau teradab, manusia dihadapkan dengan heterogenitas tanpa batas. Di satu waktu, ada 5 variasi, sementara di waktu yang lain terdapat 7 variasi. Variasi yang menyebabkan terjadi variabilitas sehingga mau tidak mau akan memunculkan kompleksitas. Kemudahan teknologi mampu memperdaya kemampuan manusia, entah untuk sesuatu yang berfaedah atau lawan katanya. Informasi menyebar terlalu cepat sampai-sampai kita lupa melakukan verifikasi kebenaran dan validasi kejadiannya. Semu

Lupa dan Kesempatan

Kebanyakan kita (orang awam) senang sekali menilai kualitas suatu manusia berdasarkan panjang hidup yang dilewati. Kita terlupa bahwa semakin lama kita hidup belum tentu semakin banyak dan berkualitas kesempatan yang telah diambil. Seseorang yang berumur 17 tahun belum tentu memiliki kedewasaan dan kualitas diri yang setara dengan rata-rata remaja berusia 17, bisa saja lebih dewasa atau berada di bawah rata-rata. Meskipun kesempatan itu berbeda-beda untuk setiap manusia, tapi kesempatan bisa dicari dan dimanfaatkan, tergantung apakah akal dan logika menyadari adanya kesempatan itu. Maka tidak heran jika saat ini kita melihat banyaknya manusia berusia 20 tahun tapi telah memiliki pendapatan tetap, rumah, dan segala yang mencukupi secara mandiri. Atau kita temui mereka yang memilih mempercepat proses untuk meraih suatu hal. Berbicara tentang hidup, tak akan lepas dengan adanya mimpi/asa, cinta, dan harapan. Sebagian kita menciptakan hal-hal tersebut, tapi tak semuanya dapat terjadi se

Sulit Untuk Ku Nyatakan

Hingga kalanya tertawa hanya menjadi formalitas atau sandiwara yang tak habis. Tak luput dari kesalahan, itulah manusia. Layaknya jiwa ini yang alhamdulillah masih bertahan kuat hingga saat ini. Aku tidak tahu apakah aku harus mengubah image yang pernah aku senangi atau menutupi diriku yang sebenarnya. Sedih melihat diriku sendiri, terkadang. Di saat wanita sepertiku tetap tidak dianggap seperti wanita bahkan di perkumpulan teman seperantauan yang seluruhnya lelaki. Sesungguhnya aku sangat membenci kalimat yang terlontar dari mulut mereka. Setidaknya seperti inilah kalimatnya "Sari kan laki-laki". Woy, sampai kapan kalian melihat aku seperti itu. Setangguh apapun itu, selama apa pun itu, sebenarnya aku ingin kalian anggap sebagai teman wanita yang mana kalian bisa merasakan keberadaanku sebagai seseorang yang perlu kalian tanya kabarnya, dukung langkahnya, perhatian pada perasaannya. Bukan acuh tak acuh secara berlebihan.  Aku telah kehilangan beberapa yang berarti.

Surat Penjelasan

Aku tidak pernah tahu akan berakhir seperti ini.  Di ujung usaha kita untuk menjalin pertemanan yang sesungguhnya.  Entah apa yang ada di pikiranmu,  atau suara-suara sumbang membuatmu berpikir itu benar tanpa pernah mengkonfimasi padaku.  Aku tahu ada dinding yang sudah kurubuhkan,  tapi kemudian aku sadar kesalahan itu.  Aku berusaha mengembalikan dinding itu,  hingga hampir selesai.  Namun,  dirimu terlanjur hilang tanpa bahasa dan kata.  Rasanya muak sekali melakukan hal yang tak ada timbal baliknya. Meskipun dahulu semua terasa sesuai dan selaras denganmu. Jiwaku tak lagi rapuh. Entah harus mulai dari mana,  aku pun tak tahu.  Rasa penasaran itu terkadang masih saja datang menghampiri.  Penasaran mengenai alasanmu pergi,  ucapan kata yang sempat terasa kasar,  dan balasanmu yang tak lagi seperti welcome,  serta perasaanmu padaku atau kau anggap aku apa.  Aku sadar betul dalam mengenalmu. Padamu,  aku pernah merasa. Karenamu,  aku belajar menjadi lebih dewasa.  Untukmu,  aku

ROTASI

Harusnya aku tahu, diamku akan sebabkan luka Kenanganku akan menyebabkan rindu yang amat mendalam Egoku yang terpendam akan meluap Hati yang dipaksa tenang akan marah Jika aku bisa bertanya sepuasnya Logikaku mati, nafsuku mencampuri Dan semua jika yang kuandaikan Tak pantas dicipta dan dipertanyakan Sejak saat itu, aku biarkan hati mati tertutup Kukira langkah itu tepat, Ternyata logika menjadi teramat lelah tanpanya Tanpa sadar ia terluka Rintik hujan mencibir air mata yang mencoba bertanding Udara mendesak paru-paru yang terengah-engah menghirup oksigen Nuraniku berteriak tanpa suara Lelah teramat sangat ia menyimpan emosi ini Hanya pada-Nya aku berharap pelukan terhangat Seolah dirangkul, maka air mata mencoba menandingi rintik hujan Semakin sesak dan biarlah ruangan ini menjadi saksi Karena tak ada yang ingin menjadi saksi Untuk segala keegoisan yang ingin meminta maaf Untuk segala tindakan ceria yang senang berpura-pura Unt

Sajak (Tidak) Singkat

Perjalanan Di perjalanan tenang dan panjang, hanya kediaman yang terdengar Hanya hamparan sawah yang berbicara Dengan lirikan indah dari sang mentari Jabatkan salamku untuk titik keberangkatan Bahkan ketika tak satupun kata terucap Suasana masih terasa menyenangkan Mungkin cara terbaik untuk mengungkapkan sesuatu adalah dengan tidak mengatakan apapun Pahamilah setiap canda tawa yang menghiasi perjalanan ini Seolah kita sejenak melupakan beban Berlepas tangan dari sikap acuh tak acuh Bertenang dari kemalasan yang selalu muncul saat batas waktu menyapa Di mana saja asal jiwaku bisa istirahat Melihat bagian lainnya dari pulau yang kusinggahi untuk merantau Mencoba menerka nerka ketepatan rencana masa depan Merasakan hawa duniawi yang tak pernah menciptakan kepuasan Jiwa yang merindu Rasanya tak cukup untuk hanya sesaat Naluri serakah menginginkam lebih Menahan logikaku untuk melepaskan perpisahan Menjauhkan syukur dalam jiwaku Manusiawikah rindu ini??? Di te

Semua Ada Waktunya

Ada masa ketika..... ^_^ Sosok yang dipercaya berubah menjadi        sosok yang paling dihindari.  ^_^ Sosok yang disayang berubah menjadi sosok yang tak lagi ingin diingat.  ^_^ Sosok yang diharapkan menjadi sosok yang disayangkan.  ^_^ Sosok yang disegani menjadi sosok yang dipuji.  ^_^ Sosok yang dihindari menjadi sosok yang ingin didekati.  ^_^ Sosok yang dibenci menjadi sosok yang ingin dicintai.  ^_^ Sosok yang menyebalkan menjadi sosok yang dirindukan.  ^_^ Sosok yang digilai menjadi sosok yang 'ya sudahlah'.  ^_^ Sosok yang pernah sangat dekat menjadi sosok yang sangat jauh.  ^_^ Sosok yang dekat jaraknya menjadi jauh rasanya.  ^_^ Sosok yang selalu dimengerti tak lagi menghargai pengertian.  ^_^ Sosok yang selalu dikuatkan malah menjadi melemahkan.  ^_^ Sosok yang selalu mengerti menjadi sosok yang pergi.  ^_^ Sosok yang terbuka berubah menjadi rentan terluka. ^_^ Sosok yang diinginkan menjadi sosok yang disesalkan. ^_^ Sosok yang menyenangkan menjadi

Waiting TIme Part 3 : Surat Untuk XYZ di Kotamu

intip.in/waitingtimepart2 Selang waktu berjalan, nyatanya pahit memudarkan kenangan baik dan indah. Bercampur bersama kabut yang enggan memperjelas pandangan. Setelah bertahun-tahun kita tak bertemu, tak kusangka pertemuan terjadi. Beberapa tahun lalu, aku mengenalmu hanya sebatas tahu. Kemudian bermula dari ketertarikan untuk menjadi berbeda, aku mencoba seleksi dan bergabung dengan timmu untuk meraih prestasi. Aku terlalu lugu di masal perkenalan itu. Polos dan hanya manut-manut saja terhadap apa yang kita lakukan bersama tim. Berbeda denganku sekarang, aku bisa saja berbicara berjam-jam tanpa bosan asalkan lawan bicaraku memang nyaman diajak berbicara. Aku bisa saja nge banyol tanpa arah kalau kondisi memungkinkan. Aku bisa menjadi sangat tenang ketika sekelilingku panik bukan main. Berbeda bukan? Dahulu aku mudah saja panik, gugup, dan ketika rasa itu datang aku bisa diam seribu bahasa atau tanganku menjadi dingin. Mungkin reaksi fisik tersebut masih kualami, hanya saja ak

Waiting Time Part 2

intip.in/waitingtimepart1 Malam ini, bulan mencibir bintang yang seolah melemah memancarkan cahaya. Terengah-engah mencoba bekerlip agar terlihat. Meski tidak menutup kemungkinan untuk tiba-tiba menghilang. Sementara Sang Bulan, dengan gagah tersenyum bulat mencoba menyapa siapa pun yang melihatnya. Sang Bintang hampir setengah mati berusaha untuk tetap ada hingga satu per satu teman-temannya muncul. Mencoba memenuhi langit dengan jutaan kerlip cahaya. Di bawah teduhnya malam ini, gadis itu sedang menyibukkan diri. Jari jemarinya berteman baik dengan satu per satu tombol keyboard  pada laptop. Mencoba menyelesaikan tugas yang harus segera diselesaikan. Menjawab satu per satu pertanyaan sebagai bentuk konsekuensi atas pilihan yang telah diambil. Hari Senin memang menjadi momok tersendiri. Sebab di tengah tenangnya weekend, ada hari yang jauh lebih bersemangat untuk dijemput karena berjuta orang akan punya kepentingan di setiap awal minggu. Memilih untuk hidup di tanah oran

Waiting Time

Ada cerita di ujung harapan yang tak terwujud. Ketika harapan mulai terluka dan lukanya semakin menganga. Terlalu berharap pada mimpi yang penuh dengan ketidakpastian. Tak perlu lagi tetes yang mengurai mencoba mendeskripsikan rasa. Jadilah ikhlas menggantikan sesak yang selama ini menggenang. Ada kutipan dari sebuah film, " Siapa yang benar-benar mengerti cinta di dunia? ". Kumpulan kata ini tentang seorang gadis yang mencoba kembali merasa setelah sekian lama. Seorang gadis yang kini termangu manis di pojok kedai kopi yang mulai menyesakkan kerutan alis. Seorang gadis yang mencoba bersabar dan paham tentang arti penantian. Namun, bukan penantian akan seseorang yang pasti. Ini tentang penantian menjaga hati untuk sekian lama. Jangan pernah tanyakan siapa yang pernah singgah. Pernah ada, untuk satu masa. Terjadi karena kebetulan, berhenti karena kebenaran. Sudah 2,5 tahun sejak cerita itu terasa sengaja untuk ditutup. Mungkin memang benar kata seorang pencipta s