Meresap pada berbagai elegi yang tercipta dalam hening yang cukup menggelegar. Nafasku terengah dalam pijakan yang rasanya tak lagi mampu kurasa. Kehilangan adalah wujud perayaan dari tidak terbiasa.
Memang pada hakikatnya, adaptasi adalah poin penting dalam keberlangsungan hidup di dunia yang fana ini. Kurasakah getaran saat awal kita melihat adanya harapan. Adanya kebiasaan dan hal baru yang akan mengubah dunia kita berdua. Entah untuk sesaat atau selamanya. Sebisanya tak terbias pada ekspektasi yang hadir mencoba menggurui logika dan fakta.
Dalam kenyamananku pada kesendirian, bayangan dan bentuk jelas dirimu hadir. Pertemuan demi pertemuan dan perkenalan yang kita jalani berwujud pada sebuah simpul yang menemukan kesamaan antara kita berdua. Perbedaan yang ada rasanya dapat ditoleransi karena kesamaan sudah sangat cukup membuat perdebatan kalah olehnya.
Di balik berbagai pertemuan dan jarak yang coba kita taklukkan, kepercayaan menjadi inti pada hal-hal yang kita yakini dapat berlangsung. Lingkungan yang berbeda pada keseharian menjadikan topik obrolan kita terasa lebih ranum dari buah yang siap dipetik dan dinikmati.
Kita terlalu mahir dalam hal menyamankan diri pada ketidaksesuaian. Mengalahkan idealisme demi kepentingan bersama. Hingga membuat kita terlupa tentang hakikat keinginan dan kebebasan diri.
Waktu menggerus hal-hal yang kita anggap dapat kita perjuangkan. Ada beberapa hal yang kita temui jauh lebih baik dari apa yang pernah kita jalani dan miliki. Kita lupa akan keinginan diri yang sebenarnya.
Perlahan kita mundur dari pijakan yang telah dipilih. Kita terlalu pandai mengisi kekosongan dengan saling menemukan dan segala hal yang akhirnya kita runtuhkan demi terwujudnya sebuah kenyamanan dan rasa akan hal yang tidak pernah ada.
Kita terlalu pandai mencari cara untuk menyatukan, tapi lupa cara sopan untuk mengizinkan perpisahan. Kata-kata yang terucap terlalu lantang meski memang itu adalah hal yang sebenarnya ingin dikatakan. Bergelut dengan penerimaan yang sejatinya tak pernah benar-benar kita terima hanya karena ternyata kita takut untuk sendiri lagi.
Pada akhirnya, kita berdua paham bahwa kita memang sejenis dalam prasangka dan pikiran. Jujur pada diri sendiri bahwa tak akan baik untuk diteruskan meski aku yang harus berkorban kondisi. Tak mengapa bagiku, karena daripada terus dipaksakan. Jika ini diteruskan, maka kita akan kehilangan jati diri kita yang sebenarnya. Menjadi orang berbeda yang tak kita hendaki. Tak selamanya perpisahan menjadi bayangan hitam meski tetap akan menyisakan duka. Selamat Menempuh Perjalanan Baru yang Selanjutnya untukmu yang telah menyadarkan aku tentang apa yang kuinginkan dalam hidup
Memang pada hakikatnya, adaptasi adalah poin penting dalam keberlangsungan hidup di dunia yang fana ini. Kurasakah getaran saat awal kita melihat adanya harapan. Adanya kebiasaan dan hal baru yang akan mengubah dunia kita berdua. Entah untuk sesaat atau selamanya. Sebisanya tak terbias pada ekspektasi yang hadir mencoba menggurui logika dan fakta.
Dalam kenyamananku pada kesendirian, bayangan dan bentuk jelas dirimu hadir. Pertemuan demi pertemuan dan perkenalan yang kita jalani berwujud pada sebuah simpul yang menemukan kesamaan antara kita berdua. Perbedaan yang ada rasanya dapat ditoleransi karena kesamaan sudah sangat cukup membuat perdebatan kalah olehnya.
Di balik berbagai pertemuan dan jarak yang coba kita taklukkan, kepercayaan menjadi inti pada hal-hal yang kita yakini dapat berlangsung. Lingkungan yang berbeda pada keseharian menjadikan topik obrolan kita terasa lebih ranum dari buah yang siap dipetik dan dinikmati.
Kita terlalu mahir dalam hal menyamankan diri pada ketidaksesuaian. Mengalahkan idealisme demi kepentingan bersama. Hingga membuat kita terlupa tentang hakikat keinginan dan kebebasan diri.
Waktu menggerus hal-hal yang kita anggap dapat kita perjuangkan. Ada beberapa hal yang kita temui jauh lebih baik dari apa yang pernah kita jalani dan miliki. Kita lupa akan keinginan diri yang sebenarnya.
Perlahan kita mundur dari pijakan yang telah dipilih. Kita terlalu pandai mengisi kekosongan dengan saling menemukan dan segala hal yang akhirnya kita runtuhkan demi terwujudnya sebuah kenyamanan dan rasa akan hal yang tidak pernah ada.
Kita terlalu pandai mencari cara untuk menyatukan, tapi lupa cara sopan untuk mengizinkan perpisahan. Kata-kata yang terucap terlalu lantang meski memang itu adalah hal yang sebenarnya ingin dikatakan. Bergelut dengan penerimaan yang sejatinya tak pernah benar-benar kita terima hanya karena ternyata kita takut untuk sendiri lagi.
Pada akhirnya, kita berdua paham bahwa kita memang sejenis dalam prasangka dan pikiran. Jujur pada diri sendiri bahwa tak akan baik untuk diteruskan meski aku yang harus berkorban kondisi. Tak mengapa bagiku, karena daripada terus dipaksakan. Jika ini diteruskan, maka kita akan kehilangan jati diri kita yang sebenarnya. Menjadi orang berbeda yang tak kita hendaki. Tak selamanya perpisahan menjadi bayangan hitam meski tetap akan menyisakan duka. Selamat Menempuh Perjalanan Baru yang Selanjutnya untukmu yang telah menyadarkan aku tentang apa yang kuinginkan dalam hidup
Komentar
Posting Komentar