Langsung ke konten utama

Lentera yang Meredup

Ini adalah sebuah kisah yang mungkin untuk pertama dan terakhir kalinya aku bagikan. Terinspirasi dari sebuah postingan seorang kakak yang baru saja terbaca olehku. Untuk yang ingin membaca, silahkan klik link ini .....

Aku sudah lama tak lagi kenal apa itu arti persahabatan. Perjalanan hidup mengajarkan aku lebih dulu pada pengkhianatan di saat aku belajar untuk mencari dan menemukan apa itu arti sahabat. Masa sekolah dasar yang seharusnya menjadi masa yang menyenangkan sekaligus transformasi kepribadian dari anak-anak menjadi remaja. Enam tahun berproses. Genap di tahun kelima, aku mulai menemukan kelompok bermain yang aku pikir memang menyenangkan. Terlebih lagi rumah aku dan mereka cukup dekat. Dari beberapa mereka, ada seorang teman yang menurutku pada saat itu, hubungan kami sangat dekat. Aku main ke rumahnya dan dia main ke rumahku. Menghabiskan waktu bersama dari pagi hingga sore. Bahkan, orang tuaku pun sudah mengenalnya dengan baik.

Setahun berlalu, aku pun baru mengenal dia yang sebenarnya. Siapa bilang teman tidak bisa menusuk. Difitnah di belakang, dikatain ini itu, dan dia mengakuinya. Sejak saat itu, aku tidak lagi tahu arti persahabatan dan segala macamnya. Berteman sewajarnya dan menganggap semua orang adalah sama. Ternyata ada hikmah di balik ini semua, aku pun meraih apa yang kuinginkan di SMP, menyelesaikan masa pendidikan selama dua tahun.

Aku pun menemukan alasan baru yang aku putuskan untuk melanjutkan pendidikan di sebuah sekolah binaan provinsi. Alasan yang sampai saat ini hanya kusimpan untuk diriku sendiri. Alasan yang membuatku memutuskan untuk tiba-tiba menginginkannya sekitar tiga bulan setelah aku mengenal sekolah itu.

Aku pun menempa diri di sekolah tersebut. Dengan rutinitas baru dan dengan orang-orang yang dibesarkan dengan latar belakang yang berbeda. Di antara ratusan orang, semua adalah sama. Hingga aku pikir mungkin inilah saat yang tepat untuk aku mencari arti sahabat kembali. Setahun berlalu aku menemukannya. Seorang yang menurutku memiliki pemikiran yang sama, saat itu. Kedekatan bermula dari hal kecil atau sama sekali bukan masalah personal, tapi justru mengurusi masalah orang lain, kami pun saling mengenal hingga akhirnya kepercayaanku kembali terbuka untuk orang lain. Saling bercerita, mendukung, dan mendengarkan satu sama lain. Memperhatikan dan mencari solusi dengan seksama. Aku pikir anggapanku sudah terlalu jauh, kadang menganggap sebagai teman, sahabat, abang, atau lebih nyaman dari itu. Namun, syukurnya aku tidak terlena. Ketika perasaan itu menyergap aku kembali memperbaiki diri. Hingga di penghujung SMA dan semua kisah indah itu terkubur. Persahabatan yang kuharapkan untuk berlanjut hingga mungkin aku menemukan teman hidupku dan dia pun begitu tidak pernah ada.

Dia terlalu baik, hingga aku tidak tahu membalasnya seperti apa. Aku berjalan melewati lembah hanya untuk melihat kondisinya, apakah dia baik-baik saja tanpaku. Atau apakah aku tidak membantunya sama sekali. Setelah lulus, permasalahan yang dia hadapi semakin ruwet. Aku pun hanya bisa menyemangati dari jauh. Hingga aku rasa, ini saatnya aku pergi karena tak ingin rasa ini terlalu dalam. Permasalahanya adalah sama, orangtuaku mengenalnya sangat baik, sama halnya seperti mengenal teman "SD" ku itu. Aku pergi untuk melepas semua harapan. Hanya untuk sementara, karena nanti aku akan kembali untuk menjaga hubungan persahabatan kita dan memastikan sudah tidak ada lagi rasa yang tersisa. 

Waktu pun silih berganti. Aku masih menghubunginya. Untuk sekedar menjalin persahabatan dan komunikasi karena sangat disayangkan semua kisah yang telah terkubur itu menjadi hangus bagai debu dan tak ada pelajaran ke depannya. Namun, kenyataannya berbanding terbalik. Mungkin kenikmatan yang dia dapati saat ini berbeda dengan kesusahan yang dulu kami hadapi saat ditempa. Saat disalahkan, diabaikan, diletakkan di ujung tanduk, dan kami selalu ada. Semua berbeda. Dia sudah terlanjur membuka pintu percaya itu. Dan kini aku kembali percaya, teman atau sahabat hanya ada untuk di suatu masa, karena suatu alasan, dan untuk sebuah pelajaran. Aku merasa tidak ada timbal balik antara hubungan ini. Persahabatan macam apa ini. Mungkin ini saatnya kami benar-benar harus mandiri dan dia bisa sendiri tanpaku ataupun teman-teman lainnya. Selang aku mulai meninggalkan, terkadang ada rasa ingin menguhubungi dan sangat tidak bijak jika aku meninggalkannya begitu saja sementara aku tahu bahwa ada ketidaknyamanan di hidupnya saat ini.

Dia hanya datang saat kesedihan menerpa, saat sesekali ingat karena dia ingin mengulang tes perguruan tinggi. Aku rasa dia bisa menemukan "teman" yang lebih dibandingkan hanya sepertiku. Aku, teman yang mungkin tidak sesuai dengan harapannya. Menemukan kekasih semu dan tidak menemukan kebahagiaan,. Merasa tidak ada sahabat dan ditinggalkan. 

Namun, tahukah aku pun pernah merasa begitu, Saat aku pernah jujur, kaulah orang yang bisa membuka mataku kembali untuk percaya bahwa tidak semua orang sama. Saat aku bercerita bahwa aku merasa bersalah. Saat kita saling bertukar pesan saat masalah satu per satu menghujam di ujung kelulusan SMA. Itu hanyalah dulu.

Aku masih ingin memberimu support dan kita berbagi cerita, sebagai sahabat. Kau harus tahu bahwa aku tidak pernah sekalipun mengharapkan yang lebih, bahkan sekarang aku tidak mengaharapkan apapun padamu. Kau sudah berubah Meboy, panggilan yang kusematkan untukmu tanpa kau tahu, Kau benar benar menjadi melow dan tidak optimis pada jalanmu. Kau tidak menganggap aku ada, apalagi teman-teman seperjuangan kita dulu. Kau tidak lagi membuatku yakin akan sahabat yang mungkin pernah kau perjuangkan padaku untuk percaya. Kini, kau hanya bagian dari masa lalu yang memberikanku pelajaran banyak....

Kau sejatinya adalah kakak yang mengajarkanku untuk bercerita 
Kau adalah teman yang mengajarkanku untuk berbagi
Kau adalah sahabat yang mengajarkanku untuk tetap percaya pada jalan yang kupilih
Mengajarkanku bahwa ini hanya waktu yang berbicara

Aku kembali menemukan banyak mimpi
Aku tidak ingin menjadi biasa
Aku merasa butuh menjadi luar biasa
Suatu saat aku berharap tulisanku bisa dimuat dan kau membacanya

Mungkin ini hanyalah cerita tak penting 
Mungkin bukan hanya aku yang merasakan
Semoga keinginanku untuk menginspirasi terwujud
Darimu aku bisa mengubah benci itu menjadi tinju yang memaksaku untuk bergerak maju

Semoga kita dipertemukan dalam kesuksesan, kebahagiaan, dan nikmatnya iman.... Semoga kau segera bahagia.... Dan aku yakin bahwa aku bisa dan telah menjadi yang lebih baik sejak saat ini kuceritakan kisah ini dan kubagikan....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Penggunaan Zat Adiktif dan Psikotropika Terhadap Aspek Kehidupan

Dampak Penggunaan Zat Adiktif dan Psikotropika  Terhadap Aspek Kehidupan Disusun Oleh: {          Diajeng Anjarsari Rahmadhani {          Kezia Grace Monica {          Kresna Dwiki Ramadhana {          Rashif Imaduddin Lukman KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmatnya sehingga kami dari Kelompok 1 dapat menyelesaikan makalah mengenai Zat Adiktif dan Psikotropika. Makalah ini kami buat dengan penuh ketelitian dan kami rangkum dari beberapa sumber yang dapat dipercaya.  Makalah ini kami harap dapat bermanfaat bagi pembaca mengingat banyaknya pemanfaat negatif dari zat adiktif dan psikotropika. Dengan adanya makalah ini kami harap kita semua dapat terhindar dari dampak negatif zat adiktif dan psikotropika.Zat adiktif dan psikatrop...

Dukamu Malam Ini

Ku lihat dirimu terpaku Malu sejadi-jadinya Tak pernah sedikitpun terbesit di pikirmu Dia akan berlaku seperti itu Apa memang ini definisi salah menilai dengan baik? Percuma kau ucap bahwa dia one of your one call away Percuma kau anggap dia tier satu Nyatanya semua selalu tentangnya Berjam-jam kau termangu berpikir mengapa rasanya sesakit itu Padahal kau sudah mengenalnya Malam hari ini, kau alihkan pikir dan sedihmu Tapi sepulangnya, kau masih mencari jawaban Bahkan kau alihkan berbincang dengan teman yang kau anggap pria Setelah perbincangan itu usai, bukan hiburan yang kau dapat Justru, kenyataan yang berlawanan dengan nilaimu Kejujuran yang juga menambah perih Akhirnya malam ini kau tersudut Di sebuah ruang kecil beruukuran 2,5 x 2,5 m Di atas kasur yang sama hitamnya dengan perasaanmu Dihiasi hening yang lebih kencang daripada suara papan ketik di laptopmu Setelah sekian lama, dirimu tidak berkata-kata Akhirnya malam ini kau kembali Dengan segala kerumitan yang mengacacu pikirmu ...

Kontemplasi Waktu

2021  I said : Jodohku sedang sekolah lagi, jadi belum ketemu sekarang Turns out 2023 Ternyata aku mendapatkan rezeki sekolah lagi. Apakah ini cara-Nya untuk terus membuatku berkembang? ‐--- 2016 I said : It was wrong, I wanted to start from 0 again and fix the friendship with him. Turns out  2017 Allah swt keep me away from him and show me something to realize Turns out 2020 I knew we were something and I knew why He kept me away from him. Allah swt knows me best than me and He knows I couldn't grow better with him. At the same year, I knew someone older. Someone called friend but shared a lot of perspective, listening to my childish complaint, and always able to calm me down. Until then found out, our perspective and the way we want in marriage are totally different. Until I make dua for the best and we stop communicating until then he found the right one. Meanwhile I was still searching for the meaning in life and marriage.  ---- 2022 In the confusion of what next I ne...