Dalam heningku akhirnya semua tumpah. Pada ketiadaan yang mengadakan hadirnya dalam sunyi. Bergema suara tak pernah menggaung hingga akhirnya seram berubah menjadi amarah. Diam berubah menjadi luapan emosi yang tak kunjung redam hingga harian berlalu. Rasanya tak mungkin untuk kembali, tapi justru lebih tak mungkin untuk meninggalkan semuanya di saat internal menjadi goyah dan hampir tak terkendali.
Kurasa elegi sudah kalah pada ego sektoral yang ingin diperhatikan. Kelembutan dan iba berubah menjadi ganas yang tak pernah bisa didiamkan. Kasar dalam halusnya tutur menjadi senjata mempertahankan diri sebab takut untuk dicela hingga akhirnya terluka dan jatuh.
Tanpa sadar aku pun menemukan cara bertahan dan mempertahankan diri. Melepas yang tak dapat kugenggam dan membangun benteng perlindungan pada rapuh yang tak pernah lelah disembunyikan. Kemandirian menjadi ilusi yang nyata pada pertahanan. Secara fisik semua terlihat mampu dan sempurna tapi ternyata ada celah yang hilang kelembutan dan berubah menjadi jahat dan pantang disentuh.
Tak ingin lagi mencari sebab pencarian hanya akan berujung pada pelarian penghilang realita. Melihat terlalu banyak bukan memberikan hiburan, tapi justru semakin menambah penat yang memenuhi kapasitas memori.
Dalam zero sum game harusnya ada kesedihan yang seimbang dengan kebahagiaan. Namun, sepertinya ini bukan sebuah zero sum game dan juga bukan pasar persaingan sempurna. Ia kehilangan market place bahkan market share. Equilibrium tak pernah terlihat nyata. Bahkan, Break Even Point (BEP) pun tak ada menyapa.
Ini hanyalah permulaan yang dijalani tanpa harapan. Suram tapi tetap dapat bertahan karena kepercayaan sudah tidak lebih penting daripada menyelamatkan diri yang hendak jatuh. Katanya ada turning point tapi sepertinya rodaku menghindari titik itu. Seperti hampir sedikit lagi jatuh tapi bertahan dengan satu kaki meski lebih menyakitkan daripada harus membiarkan jatuh sekalian dan bangkit melihat harapan dan cahaya baru.
Ufuk barat menyajikan indahnya perpisahan yang mendatangkan gelap. Ufuk timur mengajarkan bahwa semua ada periode. Meski kadang manusia gagal dalam memahami tanda dan membiarkannya seolah mengalir begitu saja. Padahal di banyak kutipan kita tergolong manusia yang berakal dan harus menggunakan akal. Namun, manusia pun suka beralibi pada logika dan perasaan padahal keduanya adalah kondisi yang diciptakan oleh otak yang menerima dan mengolah informasi. Semoga kita memahami diri lebih baik dari sekedar teori atau kata orang.
Komentar
Posting Komentar