Selalu ada duka yang sulit untuk disembuhkan. Rasa sepi yang semakin menggumun meski ramai dengan tawa. Hanya ada aku dan aku dan hanya aku. Rasanya latihan kemandirian ini selalu bergulir, entah sampai kapan. Sepi dan sepi lagi.
Merasa tak pantas untuk merasa sedih dan tidak dalam kondisi baik-baik saja. Pun jika kubiarkan diri, tak ada yang akan peduli. Aku tak butuh banyak, aku hanya cukup satu, tapi rasanya tak kunjung datang.
Aku terlalu takut untuk mengakui ketakutanku. Ketakutan terlihat lemah meski semua pasti tahu. Takut menjadi lemah dan selalu berusaha kuat dengan sendiri meski nyatanya semua hanya tersembunyi. Sulit sekali untuk berekspresi seperti mereka. Entah aku yang tidak mampu bercerita atau aku yang terlalu datar.
Adakah masa dan kesempatan untukku merasa dimengerti, ditemani, didengar, dan hal baik lainnya. Entah harus berapa ratus kali menjadi pendengar, tapi tak mampu didengar. Berulang kali menemani tapi berulang kali juga ditinggalkan. Menemukan untuk kehilangan.
Aku ingin tahu rasanya menetap dan disayang dengan cara yang tepat. Aku tidak menuntut sempurna tapi entah kenapa aku terlalu lelah. Pada duka yang bertahan di sana, aku tak tahu lagi harus sampai kapan. Aku sudah hampir menyerah. Apa aku harus menjadi rapuhku esok hari. Akankah ada yang menghibur? Akankah ada yang bertahan? Akankah dan aku letih.
Bertahan sari, bersabar, terus bertahan. Aku tahu tidak mudah dengan semua ini. Kamu sudah berjalan sejauh ini. Mencapai sejauh ini. Selalu optimis. Dunia hanya sementara, temukan dirimu dan temukan kontrolmu.
Komentar
Posting Komentar