Ini tidak akan selesai jika tidak dijabarkan dalam kata ataupun gambar. Untuk kesekian kalinya, kebenaran itu hadir tanpa dipaksa. Secara natural, perbincangan selalu mengalir tanpa paksaan. Pertanyaan yang hadir selama ini pun terjawab.
Aku kembali patah untuk kesekian kalinya. Kesekian kalinya aku bingung mengkategorikannya. Apakah aku patah karena ada sedikit harapan tentangnya atau hanya sekedar rasa sedih dalam karena hanya aku yang tidak memiliki siapapun, yang ada hanya sementara ataupun untuk masa depan. Atau aku terlalu salah menilai diriku sendiri.
Aku mengenal sisi lainnya yang tidak banyak orang tahu dan aku tahu ada seseorang di sisinya serta masalah apa yang membuatnya kian tak berdua secara komitmen. Aku terlalu jauh menyiapkan diri jika aku tidak dapat seperti apa yang kumau. Aku mulai menurunkan ego. Aku membuka diri. Aku menceritakan perjalanan. Semua berujung padanya yang menceritakan bahwa dia sedang berada dalam dekapan seseorang.
Alasan kenapa tidak kunjung menikah karena dia yang terlalu perfeksionis. Dia yang melewatkan wanita yang seharusnya cocok untuknya. Hingga akhirnya wanita itu memilih orang lain dan bercerita padanya bahwa wanita itu salah pilih. Bukan hanya sekali, tapi beberapa kali. Kisahnya hanya menunjukkan padaku bahwa dia tidak sekaku yang orang lain lihat. Dia yang mampu berkomunikasi dengan baik dengan wanita dan mengerti mereka. Sementara pupilku melebar mendengar ceritanya dan menunjukkan ketertarikan, di saat yang sama aku sadar bahwa hanya aku yang selama ini sendiri. Hanya aku yang termakan bujukan sekitar yang seolah mendorongku untuk mendekatinya. Nyatanya, dia menceritakan itu semua layaknya cerita pada orang asing yang butuh petuah.
Aku tahu pepatah yang mengatakan bahwa lebih cepat lebih baik. Aku selalu mengusahakan diri untuk berusaha mendapatkan informasi yang penting untuk memastikan langkah. Namun, sepertinya semua celah terlihat, semua terpagar dan tidak ada gerbang untukku. Aku sudah terpuruk karena angan dan harapan. Apakah harus berhenti berangan dan berharap. Tapi aku tidak tahu harus sampai kapan. Aku benar-benar ingin bertanya pada Tuhan tentang apa yang sebenarnya ingin Dia gariskan untukku dan sampai kapan aku harus bersabar dalam kesendirian ini selama hidupku. Peer-pressure ini semakin menjadi dan aku mengkaku.
Komentar
Posting Komentar