Langsung ke konten utama

Duka Yang Menemani Hingga Kini

Kali ini tentang aku. Tentang perasaan yang tak pernah tampak dan tak pernah mampu aku jelaskan. Berbagai kata yang terucap dari mulutku rasanya tak pernah bisa menggambarkan betapa pedihnya emosi yang kurasa. Hingga tak jarang tak satu pun mampu memahami maksudku. Dipahami secara dangkal oleh orang yang mendengarnya.

Aku membenci perbandingan tapi rasanya emosi dan perasaan yang kurasa tak pernah sepadan untuk dikisahkan kepada sekelilingku yang seolah juga sedang menderita. Aku hanya ingin berbagi derita tapi rasanya tak ada yang memiliki rasa pemahaman yang sama.

Kenapa di saat yang sama logikaku selalu mampu mengolok-olok lemahnya perasaan. Di saat yang sama, aku dapat melupakan sedih karena berinteraksi dengan orang lain secara logika hingga akhirnya terpendam. Ia terpendam dalam hingga mulutku tak tahu lagi harus berkata apa. Hingga akhirnya aku bingung untuk bertindak seperti apa.

Rasanya aku terlalu sering menilai dini takdir Tuhan hanya karena aku tidak mendapat apa yang biasanya orang dapatkan. Aku juga terlalu kuat berteriak dalam tawa membawa suasana agar mereka sedikit relaks. Aku selalu pandai terlihat kuat dan tak pernah mampu menjadi seutuhnya lemah hingga akhirnya banyak terasa palsu dan aku menjadi bermasalah dalam memahami ekspresi. 

Aku tahu ada beberapa yang tak bisa bertanya padaku meski aku tahu justru mereka yang sangat paham. Mereka yang seharusnya bisa mendengarkan dukaku dan memberikan ketenangan. Ini yang aku sesali. Orang-orang yang kuinginkan mendengar adalah orang-orang yang tak bisa aku beri kesempatan karena mereka sudah terikat kuat pada sesuatu.

Aku sering bercanda seolah ingin mencicipi obat-obatan yang tergolong terlarang meski secara medis diperbolehkan. Dan candaanku selalu berulang. Aku tahu ada mereka yang membaca bahwa keinginanku sungguh. Aku ingin meminumnya untuk sejenak lupa secara berhari-hari. Untuk bisa melayang secara tak sadar dalam dunia khayalan yang dapat melupakan rasa sepi dan pahit yang sering kucicipi.

Aku ingin dicintai meski sebenarnya banyak yang mencintai. Tapi lepas dari pada itu, aku juga ingin mencintai dengan caraku tanpa harus beradaptasi. Diizinkan untuk berekspresi dan dipilih. Mungkin aku sudah terlalu banyak memilih hingga kini tak lagi ada yang bisa diinginkan dan dipilih dalam waktu yang sama.

Lingkungan tidak menekanku tapi keberadaannya seolah mengolok-olok diriku yang tak sama dengan mereka. Yang tak pernah merasa sama dengan mereka. Yang sendiri menggonggong tanpa suara karena terlalu pedih untuk diucapkan.

Aku sudah banyak kehilangan. Entah karena aku yang tidak mampu mempertahankan atau memang aku tidak pantas mendapatkannya.

Seandainya logikaku tidak diedukasi dengan baik, mungkin aku sudah akan mengimplementasikan semua yang kutahu entah itu seks, mencicipi obat yang memiliki dampak dahsyat, atau melukai diri perlahan. Bukan tanpa usaha. Entah sudah beberapa kali aku takut melihat pisau dapur, takut tergoda untuk aku gunakan mengakhiri dukaku. Perkara membeli obat, bukan hal sulit mengingat uang pun ada. Perkara seks, aku tahu itu tidak akan menyelesaikan apapun tapi justru akan merusakku.

Aku benar-benar ingin tahu apa yang terjadi dengan aku. Apa yang sebenarnya menjadi penyebab dukaku seperti ini. Fase ini kian terulang dan makin parah. Rasanya aku semakin tak mampu melewati ujian ini. Semakin bulan dan tahun, levelnya semakin meningkat. Sekelilingku mulai tak terlihat. Mereka sibuk menjaga cinta dan aku tak merasakan sedikitpun dari emosi itu.

Entah sudah berapa tahun logikaku selalu aku sirami hingga ia bisa menjadi sangat rasional. Betapa sering aku menjaga dan menyirami batinku hingga mengimbangi logika. Namun, aku tak pernah mampu mencari bahan untuk menyirami bahagia untuk perasaan. 

Aku tidak pernah bisa diberi tahu karena sejak kecil aku mencari tahu semuanya. Hanya sesekali aku diberi tahu, tapi kini aku sudah tidak bisa menemukan. Aku perlu diberi tahu. Aku perlu diajarkan dan sesungguhnya aku siap akan itu. 

Apa aku memang tidak pantas untuk hal sesederhana itu. Apa emosi itu memang tak pantas dihadiahkan untuk orang seperti aku. Sungguh aku lelah bertanya, tapi aku juga tak punya jawabannya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Penggunaan Zat Adiktif dan Psikotropika Terhadap Aspek Kehidupan

Dampak Penggunaan Zat Adiktif dan Psikotropika  Terhadap Aspek Kehidupan Disusun Oleh: {          Diajeng Anjarsari Rahmadhani {          Kezia Grace Monica {          Kresna Dwiki Ramadhana {          Rashif Imaduddin Lukman KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmatnya sehingga kami dari Kelompok 1 dapat menyelesaikan makalah mengenai Zat Adiktif dan Psikotropika. Makalah ini kami buat dengan penuh ketelitian dan kami rangkum dari beberapa sumber yang dapat dipercaya.  Makalah ini kami harap dapat bermanfaat bagi pembaca mengingat banyaknya pemanfaat negatif dari zat adiktif dan psikotropika. Dengan adanya makalah ini kami harap kita semua dapat terhindar dari dampak negatif zat adiktif dan psikotropika.Zat adiktif dan psikatrop...

Terjebak Dalam Bayangan

Manusia, oh Manusia Terjebak dalam angan kemungkinan dalam pikirnya Padahal sudah berulang kali dijauhkan oleh-Nya Berlalu waktu, hidupnya tenang dan baik saja Halaman tua sudah ditutup Namun, terganjal saat lintasan bayangnya nyata di mata Bukan ingin mengulang, tapi hanya saja ini tersisa kemungkinan Dibukanya kembali halaman itu Diteliti kembali karena sudah lupa rasa Baru buka satu dua kalimat, ternyata logika menolak Untuk kesekian kali, memori pahitnya mencuat Untuk apa berupaya tapi ternyata hanya give and give Untuk apa mendengar kalau ternyata tidak pernah ada pertanyaan berbalas Ternyata buku lama itu memang diperlukan Dibaca kembali, agar hati tidak menjadi bodoh Evaluasi dapat dianalisis, hingga dirimu tidak lagi jatuh pada angan Yakinlah jalanmu sejauh ini diatur oleh-Nya Dijauhkan dan ditemukan dengan orang-orang yang jauh lebih memahami Maka, manusia, kenapa ragu akan takdir-Nya Kenapa takut akan tidak menemukan padahal jalanmu adalah ditemukan Bacalah jalanmu, sepertiny...

EVALUASI

Kita tak akan pernah sama lagi setelah badai demi badai datang menerjang. Aku lupa, bahwa Allah swt menyayangi hamba-Nya dengan ujian yang dihadirkannya. Di saat yang sama, keimanan dan ilmu yang kita punya pun diuji. Membiarkan pilihan dan hati terbuka, telah membantu aku untuk melihat betapa dunia memang bukan tempat untuk nyaman. Betapa manusia tidak konsisten dengan dirinya sendiri. Bahkan sebagian terlihat menghindar atau penegcut, sibuk menyelamatkan citra dan keberadaan diri sendiri. Banyak hal yang terjadi di tahun ini. Banyak pelajaran yang dihadirkannya dan menantang diri untuk menunjukkan keberadaannya agar tidak diperlakukan seenaknya. At the end of the day, no one can help unless yourself. Aku mengenal beberapa manusia yang memiliki ambisi pada karir. Karir yang terlihat merupakan bagian besar dari hidupnya. Tidak salah memang, karena 5/7 akan dihabiskan di kantor, atau bahkan weekend. Mengejar ambisi dan keinginan yang mereka ciptakan. Hingga pada pertanyaan, apa aku juga...