Manusia bergelut dengan keseharian dan pertanyaan yang sudah berada dalam pikirannya sejak lama. Disadari atau tidak, sebagai manusia, kita sering mengalihkan fokus pada hal-hal yang terlihat lebih umum untuk dibicarakan oleh lingkungan. Kemudian rutinitas itu dapat menyebabkan kita lupa melakukan flashback pada hal-hal yang telah terjadi dan menelisik kembali apa yang sebenarnya diri ini butuhkan dan ingin dibicarakan.
Tuhan sudah sangat baik dalam merancang cerita hidup yang berbeda pada setiap manusia ciptaan-Nya. Sebagian dari kita sering mengatakan ini yang terbaik dan itu yang terbaik. Padahal terbaik pada hidup dapat bermakna berbeda. Seorang dosen pernah berkata : "Tidak ada solusi yang terbaik, yang ada adalah solusi yang tepat".
Sebagian manusia, harus melewati jalan hidup yang tidak menetap. Bertemu dengan beragam manusia dan tidak satu pun dari mereka yang bertahan dalam pandangan untuk waktu yang lama. Bahkan keluarga pun menjadi sesuatu yang semakin jauh. Saat jalan hidup ini sudah "dipilihkan", manusia tersebut akan beberapa kali berada di titik terbawah karena ada hampa yang dirasa. Tidak ada manusia yang dapat ia pertahankan meskipun akalnya tahu bahwa ini sudah jalan cerita yang tercipta untuknya. Lucunya,, kesedihan itu kadang bukan dipicu karena kebutuhan dirinya yang membutuhkan orang yang sama dalam waktu lama. Kesedihan itu justru dipicu oleh manusia-manusia lain yang mendapatkan jalan hidup berbeda dengannya. Mengunggah foto dan kebersamaan yang terlihat bahagia dan seolah lebih baik dari kehidupan yang ia miliki tanpa melakukan pengecekan ulang atau validasi terhadap unggahan atau perasaan yang ia ciptakan atas respon setelah melihat unggahan tersebut.
Di lain skenario, ada manusia yang selalu berada dalam lingkungan keluarga dan lingkungan pertemanan yang sama. Hanya karena hidup manusia lain yang merantau terlihat lebih sukses, ia merasa menjadi kerdil. Merasa mental dan kehidupannya tidak sehebat mereka yang harus mengarungi lautan berbeda dan menaklukkan daratan yang berbeda dalam periode waktu tertentu.
Manusia seringkali abai. Manusia juga seringkali terlalu banyak berpikir sehingga menimbulkan afeksi pada alam bawah sadar dan memunculkan premis yang tidak perlu. Berkutat pada unggahan sosial media yang terlihat beragam dan merasa kehidupan nyatanya tidak seindah yang lain.
Namun, apa yang dimaksud dengan indah pada kehidupan? Apa yang dimaksud dengan bahagia pada pertambahan usia? Bagaimana definisi sukses dan tenang? Bukankah beranjak dewasa adalah tentang fase ujian yang semakin bertambah. Bukankah keresahan yang hadir dari tenang juga merupakan masalah yang timbul karena karakter manusia yang tidak pernah merasa cukup.
Pekerjaan yang tetap, kehidupan yang stabil, ekonomi yang aman, kadang tidak menjamin damai dalam hidup seseorang. Manusia seringkali terpengaruh dengan kehidupan manusia lain yang tidak pernah dia cicipi. Atau sekedar fase yang tidak ia lewati. Rasa ingin tahu dan keinginan untuk mencoba kadang menjadi momok yang menakutkan, tapi di saat yang sama juga sangat menarik untuk dijelajahi.
Manusia sebagai homo sapiens tentu sudah paham sekali dengan pepatah bahwa setiap orang punya zona waktunya masing-masing, punya cerita berbeda, punya kelebihan dan kekurangan yang tidak sama. Namun, seiring berjalan waktu dan keberhasilan yang mulai tercapai, manusia juga ingin mencicipi kelebihan orang lain. Mencoba menjadi manusia sempurna yang memiliki dan merasakan semuanya meskipun orang lain telah mengatakan bahwa "hidupmu sudah baik dan banyak yang mengingikan kehidupan sepertimu".
Selain dari fakta tersebut, manusia juga secara tidak sadar akan mengenalkan prinsip dan nilai hidupnya kepada manusia lain. Ironisnya, manusia merasa bahwa pemikirannya akan berhasil pada orang tersebut. Kita adalah makhluk yang punya survival instinct yang baik. Selemah apapun manusia, akan terbesit dalam pikirannya bagaimana cara untuk mengeluarkannya dari suatu kondisi yang tidak dikehendaki. Namun, lucunya kadang manusia menjadi nyaman dengan kondisi yang tidak mengenakkan tersebut dan menciptakan karakter baru.
Ketika manusia beranjak remaja, beberapa akan bersikap idealis dan menilai konsistensi ucapan orang lain yang lebih tua. Hingga akhirnya mereka beranjak dewasa dan paham bahwa yang terpenting bukan pada konsistensi perkataan, tapi caranya beradaptasi pada berbagai situasi yang mungkin menyebabkan orang lain berpikir bahwa tindakan yang diambil tidak sesuai dengan apa yang disebutkan sebelumnya. Apapun dapat mempengaruhi keputusan seseorang. Bahkan dalam satu detik dari sekarang, semua dapat berubah. Perubahan dalam perkataan dan perbuatan seseorang akan menunjukkan apakah seseorang tersebut memiliki prinsip dan nilai atau justru seseorang yang membutuhkan panduan dan teman untuk mengambil tindakan. Perubahan itu juga akan menghasilkan karakter karena keputusan-keputusannya akan menunjukkan satu jalan lurus yang menggambarkan orang tersebut.
Manusia senang sekali mengomentari meski tahu komentar mereka tidak akan mengubah apapun. Mungkin karena manusia adalah zoon poliiticon yang membutuhkan orang lain untuk berkehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia diberikan rasa peduli yang dapat diarahkan kepada hal baik atau justru berputar arah menjadi sesuatu yang negatif. Pada zaman sekarang, rasa peduli tersebut bertransformasi menjadi sikap tolong menolong atau menjadi komentar dan caci maki yang didasari oleh perasaan bahwa perkataan mereka lebih baik.
Media sosial seharusnya dapat menjadikan manusia lebih cerdas karena pembuatnya juga manusia yang berpikir. Namun, untuk sebagian orang, media ini adalah kesenangan, termasuk mencurahkan isi hati mereka. Bagi sebagian lain, unggahan mereka yang bercerita adalah bahan untuk menganalisis dan melakukan pre-judgmental terhadap karakter orang tersebut.
Tidak ada fungsi yang terbaik, yang ada adalah fungsi yang tepat.
Sudah saatnya kita sebagai manusia menggunakan waktu yang tersisa untuk menganalisa apa yang kita butuhkan. Keunikan atau sikap seperti apa yang kita inginkan untuk menjadi bagian dari karakter kita. Pemetaan hidup seperti apa yang ingin kita tata. Respon apa yang paling tepat untuk kita ciptakan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi akibat perubahan pikiran manusia karena secara tidak langsung kita semua terkoneksi. Kita semua terhubung dalam satu server yang dikendalikan oleh Zat Maha Dahsyat. Apa yang terjadi bukan untuk diperdebatkan, tapi untuk dipelajari. Meski belajar melelahkan, tapi bukankah mengomentari dan berceloteh adalah bagian dari berpikir dan mempelajari pihak lain di luar diri kita sendiri?
Komentar
Posting Komentar