Langit cerah mengisyaratkan berbagai pertanda. Begitu pun juga dengan langit yang sore ini enggan bersinar dengan terang. Seolah enggan pula memberikan cahaya kepada jiwa yang sedang sakit. Dunia terkadang terasa tidak adil. Ketika apa yang diusahakan ternyata tidak mendapatkan apa yang diharapkan. Bukankah kita hanya bisa berharap? Mengaharapkan berbagai hal indah yang dipikir itu akan terwujud. Karena kita terlalu lupa bahwa kita hanya pantas untuk bermimpi dan berusaha untuk mewujudkan serta berdoa kepada-Nya atas hasil terbaik.
Orang-orang kadang tidak memperlakukanmu dengan baik. Sementara di sisi lain, kita merasa sudah memperlakukan mereka sebaik yang kita bisa. Tak ingin menjadi pesuruh yang bisa disuruh melakukan apapun. Apa pun yang seharusnya bukan apapun yang diinginkan. Terkadang aku pun suka menelisik ke belakang. Apa saja yang sudah terlewati olehku. Betapa banyak hal yang telah kulalui. Begitu banyak versi cerita, momen, cinta, cita, harapan, dan banyak hal lainnya. Seringnya keluhan keluar tanpa disadari. Lupa menyadarkan diri dengan pencapaian. Bahkan dengan jahatnya, membandingkan diri dengan orang lain yang seharusnya menjadi syukur bukan perbandingan yang tak berarti. Kita semakin tua dan renta di dunia, sementara di akhirat semua waktu yang berjalan ini tidak berarti apa pun.
Hari ini aku merasa campur aduk. Merasa diremehkan, aku lelah ya, aku pun tidak tahu harus bagaimana lagi. Hingga lelah ini mengurung jiwa bebasku yang ingin belajar. Mungkin ini belum menjadi kesempatan untuk mengambil tindakan. Selalu bertanya apa yang akan terjadi ke depan. Apa maksud dari semua ini. Ingin mengetahui semuanya sebelum waktunya. Meski sebuah kalimat lama terlupakan...
"Semua akan indah pada waktunya"
Namun, entah eluhan itu pantas atau tidak. Sebisa kita selalu mencoba menyembunyikan eluhan itu. Meneguhkan diri tetap berkorban untuk beberapa dan berharap hanya sementara. Mencoba tenang seolah kita tidak mengalami kesulitan itu. Mencoba biasa saja menghadapi mereka yang seolah tidak peduli. Mencoba tetap sama walau lelah terbuat olehnya. Dari sebuah seminar yang pernah kudengar, seorang narasumber berkata, Sesungguhnya mereka yang memiliki masalah hanya butuh untuk didengarkan. Setiap mereka yang mengalami masalah dalam hidupnya memiliki cara tersendiri untuk menyelesaikan masalah mereka. Jangan menyalahkan tindakan mereka yang mungkin salah karena itu akan membuat mereka semakin tertekan. Dengarkan dan tenangkan dia" Sederhana dan sangat sederhana. Namun, bagaimana jika semua itu tidak dapat lagi diungkapkan oleh kata-kata. Bahkan untuk menyampaikan paragraf pertama saja mata sudah memerah.
Ada masa di mana lelah jiwa akan membuat seluruh fisikmu lelah. Bahkan menggerakkan jari jemari untuk mengetik kata demi kata pun terasa lemas. Entah di mana jiwa yang bersemangat itu pergi. Bukan karena satu hal yang membuat kita merasa sungguh lelah. Ketika satu per satu kesal kecil, marah terpendam, lelah sederhana yang selalu dibungkam, maka di satu titik mereka semua akan menemukan titik jenuhnya. Jenuh untuk terus dipendam. Jenuh untuk terus dipaksa bertahan. Mereka ingin dilepaskan dengan ikhlas. Dikisahkan dengan indah melalui hikmah dan pembelajaran. Mereka hadir untuk memberikan pelajaran dan ujian ke level selanjutnya. Tidak ada kata lain selain bertahan dan tetap berjuang. Tak jarang aku pun sering tertampar oleh kata-kata "Ya, jalanilah. Itu kan pilihanmu. Selesaikan" saat kata demi kata itu baru sedikit terucap. Namun, satu hal, semua kita ingin didengar. Semua kita akan tetap berjuang meski sakit. Pedih ketika kita harusnya berjalan dan menyelesaikan bersama, tetapi justru merasa ditinggal. Bahkan ketika kau pernah berjuang untuk kepentingan beberapa orang dan usahamu tidak terlihat, pun justru ditertawakan oleh orang lain. Karena kau hanya berusaha menyelesaikan semuanya meski sendiri atau berdua. Dia yang menertawakan tapi dia tidak tahu kalau dia adalah orang yang mengesalkan. Jauh terpendam keinginan untuk memaki dan meluapkan semua. Namun, itu tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan memperkeruh suasana. Tertawalah kalian sekarang, menertawakan, mengacuhkan usaha yang telah kita perbuat, mengabaikan kehadiran kita, dan bahkan tak sedikit pun terpandang, karena suatu saat kita akan saling berpandang tanpa mengacuhkan dan membuang semua sikap negatif untuk berevolusi menjadi lebih baik....
"Cuaca sore ini melena, merasa, dan meraba. Tanpa kompromi dan aku terduduk. Rintik hujan pun mulai berbicara. Hembus angin menggertak lamunan. Adakah api yang terpadam karenanya. Mungkinkan ceritanya berakhir . Selama detik ini berlari. Aku hanya menikmati sejenak. Pinta dendang lagu tersampaikan. Amboi, tak satu nada pun terdengar. Jalankan piringan itu, hanya ilusi. Putar frekuensi radio, tapi hanya terus mencari saluran. Jangan biarkan ini berhenti. Ya, memang awalnya tak kusangka. Lihatlah, aku pun sudah berjalan sejauh ini. Sudah kucoba untuk mendobrak dinding pembatas itu. Aku masih tak percaya, kemarin belum berani mendobraknya. Pernah bersenda gurau, pikir itu menyenangkan. Pernah tertawa lepas, pikir itu membahagiakan. Pernah menangis tersedu, pikir itu tak usai. Pernah tertunduk, ternyata kembali mendongak. Sudah jauh jarak semua ini. Tidak pantas jika keluhan itu kembali terucap. Sudah berhasil beberapa kali. Tidak elok jika masih menyangkal. Ingatlah setapak yang telah terlewati itu. Ini sudah jauh sekali hai hujan......"
Hujan
"Cuaca sore ini melena, merasa, dan meraba. Tanpa kompromi dan aku terduduk. Rintik hujan pun mulai berbicara. Hembus angin menggertak lamunan. Adakah api yang terpadam karenanya. Mungkinkan ceritanya berakhir . Selama detik ini berlari. Aku hanya menikmati sejenak. Pinta dendang lagu tersampaikan. Amboi, tak satu nada pun terdengar. Jalankan piringan itu, hanya ilusi. Putar frekuensi radio, tapi hanya terus mencari saluran. Jangan biarkan ini berhenti. Ya, memang awalnya tak kusangka. Lihatlah, aku pun sudah berjalan sejauh ini. Sudah kucoba untuk mendobrak dinding pembatas itu. Aku masih tak percaya, kemarin belum berani mendobraknya. Pernah bersenda gurau, pikir itu menyenangkan. Pernah tertawa lepas, pikir itu membahagiakan. Pernah menangis tersedu, pikir itu tak usai. Pernah tertunduk, ternyata kembali mendongak. Sudah jauh jarak semua ini. Tidak pantas jika keluhan itu kembali terucap. Sudah berhasil beberapa kali. Tidak elok jika masih menyangkal. Ingatlah setapak yang telah terlewati itu. Ini sudah jauh sekali hai hujan......"
Komentar
Posting Komentar