DI balik jendela aku menatap langit yang sedikit mendung. Di
sebuah sudut bersama angin yang berhembus dengan riang dan ramah. Sore, ya sore
ini, setelah penatku akhir-akhir ini belum juga usai. Di saat air mata masih
saja tertumpah entah untuk ke sekian kalinya, kemarin.
Rasanya ingin sekali memutuskan kontak sehari saja dengan
seluruh perangkat elektronik, sosial media, chatting media, dan segala
macamnya. Menghilang sejenak dari dunia. Melepas semua keluh kesah, gusar,
gundah gulana, dan semua hal itu. Izinkan aku sejenak duduk di tempat ini.
Sejenak melepas lelah dari macetnya jalanan yang baru saja kulewati, menghadapi
polusi kota metropolitan, bersama berbagai ragam bunyi mesin kendaraan beserta
klaksonnya yang berbunyi sesekali. Menghadapi berbagai aral melintang yang ada.
Sekali lagi, izinkan aku untuk merebahkan pundakku di kursi
ini lebih lama karena hanya ini yang mampu menyembuhkan sedikit demi sedikit
penat itu kini. Jangan tanyakan mengapa aku banyak diam dan jangan pintaku
untuk melakukan semua hal itu lagi. Aku merasa sudah cukup. Aku butuh
istirahat. Semua hal yang kusimpan selama ini sudah penuh kurasa. Aku tidak
tahu, apakah kau juga merasakan hal yang sama. Aku rasa tidak. Justru aku
sekarang menyimpan banyak pertanyaan untukmu.
ü
Apa salah yang sudah kuperbuat hingga tak adda
penghargaan yang hadir untukku?
ü
Apa hal yang telah menyinggungmu? Apakah adda
kaitannya denganku?
ü
Apa aku terlalu banyak berkata hingga kau lelah
menjawabku?
ü
Atau aku belum pantas untuk dihargai olehmu?
Aku marah karena kemarin kau menganggapku remeh seperti
puing yang tak layak singgah hingga harus dibersihkan tiap saat. Tertawalah,
silahkan kau baca semua pertanyaanku. Teks-teksku sudah kebal hanya kau baca.
Aku tidak butuh pengertianmu karena aku tidak yakin kau akan mengerti. Namun,
cobalah mengerti hal lain dan jangan buat lebih banyak orang merasakan apa yang
kurasa kini. Sudah cukup, cukup, cukup...
Jendela memberikan angin tetap berhembus memberi kesejukan
untukku. Mencoba menenangkan jiwa yang bergejolak, menentramkan hati yang sudah
panas dan terluka. Tak akan ada yang mampu memperbaikinya, kecuali aku dan
usahaku. Suatu saat kau akan berhenti tertawa, berhenti membuang mata dari
kehadiranku karena kau akan menyeringai dengan kerutan di dahimu, menundukkan
kepala dan mengintip ke kehadiranku. Biarlah aku menanggung semua ini sekarang,
elawan amarah untuk menjadi ikhlas, melawan murka untuk menjadi syukur. Tunggu
tanggal mainnya sob....
Lebih baik aku menunggu lusa, menghilang dari duniamu dan
dunia-dunia lainnya, karena nyatanya aku tidak pernah masuk di dunia siapa pun.
Aku minta sekali ini saja tolong kita berbagi pengertian. Terima kasih atas
pembelajaran ang sudah kau beri. Terima kasih untuk penat yang menjadi hikmah.
Terima kasih untuk duka yang semoga menaikkan level diriku. Tak perlu
kukisahkan semua, mungkin kau bisa membaca sedikit. Semoga bukan hanya aku yang
berubah, kau pun juga. Aku tak ingin membenci, biarlah angin sore ini yang
membawa pergi semua caci, duka, sedih, dan kebencianku. Biarkan aku membersihkan
seutuhnya, lusa. Jangan ganggu aku hingga lusa karena pikiranku masih sedikit
keruh. Aku tidak ingin kau mengaduknya lagi hingga semakinburam dan susah untuk
menjernihkannya. Lakukan sesukamu saat ini, mungkin ini saat kebebasan untukmu.
Mungkin juga ini waktu untukku ujian kenaikan kelas. Semoga waktu segera
menyampaikan kabar gembira.............
Aku tidak ingin beranjak dari kursi ini dan sudut yang indah
serta alunan lagu yang membuatku bertafakur dan inspeksi diri. Tak mau
berkhayal, aku hanya ingin lebih tenang dan menerima dengan syukur atas semua
yang terjadi. Selamat tinggal penat, jangan membuatku membenci, melainkan buat
aku belajar dan mengerti semuanya, termasuk kau, kau, kau, dan mereka....
Selamat tinggal Sore yang berarti (08 Desember 2012, @Pojok Sebuah Tempat Makan
Sederhana : 16.41 WIB)
Komentar
Posting Komentar