Aku pernah berlari sekuat tenaga. Menetap pada pikiran positif agar apa yang diinginkan menjadi terwujud.
Aku pernah melihat dengan penuh harap. Membuka berbagai probabilitas yang dapat membuka mata menjadi lebih luas.
Aku pun pernah berjalan dengan sangat lambat hanya untuk merasakan setiap langkah yang kujejakkan. Ku perhatikan setiap titik yang ada tanpa perlu kuabadikan secara fisik. Karena bagiku cukup untuk melihatnya secara detail sehingga aku bisa mengenangnya dalam pikiranku.
Aku pun pernah berjalan sangat hati-hati pada jalan yang nyatanya tidak sangat berbahaya seperti dugaanku. Hanya saja lega setelah aku melewatinya walaupun tak kudapati keberuntungan pada jalan tersebut.
Aku pernah terjebak dalam situasi yang dulu hanya pernah kupertanyakan. Setelah aku berada pada posisi itu, akhirnya jawaban pun kutemui
Aku pernah mengenal seseorang dengan sangat dalam. Mengenali setiap likunya hingga aku mampu menerima ketidaksempurnaannya menjadi bagian dari diriku. Meski setelah itu, ketidaksempurnaan yang kupahami hanya tersisa menjadi kenangan sebab perubahan membawa perpisahan pada syahdu tersebut.
Aku pernah belajar lepas dari ketergantungan akan kehadiran. Melepas harap dan kesenangan untuk menemukan pahit yang mengobati. Pengobatan yang membutuhkan waktu lama.
Aku pernah memaksakan diri melakukan hal yang tak kusenangi tapi baik untuk dilakukan. Hingga pada akhirnya aku jatuh cinta pada hal itu. Namun, kusadari setelah aku meninggalkan dan menemukan kehidupan baru.
Aku pernah berteman dengan banyak orang, tapi hanya satu atau dua yang kutahu ada padaku.
Aku pernah membenci diriku yang melakukan salah pada kesalahan yang tak sepenuhnya kulakukan.
Aku pernah takut untuk bercerita pada seorang teman lelaki karena sejak awal aku harus mempersiapkan diri untuk ditinggalkannya mencari pelabuhan. Hal yang seharusnya sudah biasa kuhadapi, tapi semakin ke sini, aku semakin tidak siap.
Aku pernah merasa tidak aman pada angka di usiaku karena terlalu banyak orang yang mengatai dan menghentikan langkah yang telah kupikirkan.
Aku pernah mencoba mengenal dan memutuskan untuk membatasi sebelum tahu garis akhir.
Aku pernah untuk selalu berkata pernah. Pernah kehilangan makna. Pernah sangat bahagia dan ingin bertahan pada momen itu. Pernah ingin melekat pada seseorang. Pernah menangis sejadi-jadinya. Pernah tertawa sekeras-kerasnya. Pernah tersenyum selebar-lebarnya. dan untuk semua pernah yang telah diriku lalui, rasanya aku perlu syukur dan apresiasi pada diriku yang sudah bertahan sejauh ini. Sudah terus berpikir dan memaksa diri untuk banyak hal. Selamat menempuh pernah berikutnya.
Aku pernah melihat dengan penuh harap. Membuka berbagai probabilitas yang dapat membuka mata menjadi lebih luas.
Aku pun pernah berjalan dengan sangat lambat hanya untuk merasakan setiap langkah yang kujejakkan. Ku perhatikan setiap titik yang ada tanpa perlu kuabadikan secara fisik. Karena bagiku cukup untuk melihatnya secara detail sehingga aku bisa mengenangnya dalam pikiranku.
Aku pun pernah berjalan sangat hati-hati pada jalan yang nyatanya tidak sangat berbahaya seperti dugaanku. Hanya saja lega setelah aku melewatinya walaupun tak kudapati keberuntungan pada jalan tersebut.
Aku pernah terjebak dalam situasi yang dulu hanya pernah kupertanyakan. Setelah aku berada pada posisi itu, akhirnya jawaban pun kutemui
Aku pernah mengenal seseorang dengan sangat dalam. Mengenali setiap likunya hingga aku mampu menerima ketidaksempurnaannya menjadi bagian dari diriku. Meski setelah itu, ketidaksempurnaan yang kupahami hanya tersisa menjadi kenangan sebab perubahan membawa perpisahan pada syahdu tersebut.
Aku pernah belajar lepas dari ketergantungan akan kehadiran. Melepas harap dan kesenangan untuk menemukan pahit yang mengobati. Pengobatan yang membutuhkan waktu lama.
Aku pernah memaksakan diri melakukan hal yang tak kusenangi tapi baik untuk dilakukan. Hingga pada akhirnya aku jatuh cinta pada hal itu. Namun, kusadari setelah aku meninggalkan dan menemukan kehidupan baru.
Aku pernah berteman dengan banyak orang, tapi hanya satu atau dua yang kutahu ada padaku.
Aku pernah membenci diriku yang melakukan salah pada kesalahan yang tak sepenuhnya kulakukan.
Aku pernah takut untuk bercerita pada seorang teman lelaki karena sejak awal aku harus mempersiapkan diri untuk ditinggalkannya mencari pelabuhan. Hal yang seharusnya sudah biasa kuhadapi, tapi semakin ke sini, aku semakin tidak siap.
Aku pernah merasa tidak aman pada angka di usiaku karena terlalu banyak orang yang mengatai dan menghentikan langkah yang telah kupikirkan.
Aku pernah mencoba mengenal dan memutuskan untuk membatasi sebelum tahu garis akhir.
Aku pernah untuk selalu berkata pernah. Pernah kehilangan makna. Pernah sangat bahagia dan ingin bertahan pada momen itu. Pernah ingin melekat pada seseorang. Pernah menangis sejadi-jadinya. Pernah tertawa sekeras-kerasnya. Pernah tersenyum selebar-lebarnya. dan untuk semua pernah yang telah diriku lalui, rasanya aku perlu syukur dan apresiasi pada diriku yang sudah bertahan sejauh ini. Sudah terus berpikir dan memaksa diri untuk banyak hal. Selamat menempuh pernah berikutnya.
Komentar
Posting Komentar