Rangkaian kata mana pun tak dapat ku pilih. Aku
tidak mengerti apa yang akan kita ambil. Apa
yang menggambarkan rasa. Mana yang akan bermakna banyak. Yang
ku tahu mungkin aku terlalu nyaman. Merasakan
sendiri. Menerima kebaikan tanpa benar-benar
kupikir. Tak pernah kupersiapkan diri untuk pergi dan
toh nyatanya ternyata kamu akan pergi lebih dulu.
Bisakah kita duduk
sejenak lagi dan lagi. Mendengarkan ceritamu membuat aku merasa
ada. Sedikit tanya darimu
tentang keadaanku selalu membuatku rindu. Membuatku
merasa bahwa memang ada yang perlu ditanya. Ada sesuatu yang
kulupa mungkin karena aku terlalu sibuk untuk mengendalikan hal di luar dari
internal ku. Aku menjemput kata-kata itu setiap saat kita bertemu. Sengaja
menyelinap dalam keramaian agar tak seorang pun dapat menerka rasaku dengan
tepat, tak sekalipun kamu. Aku membenci jiwa yang tak tentram saat ada rindu
yang terlepas. Dalam rintik hujan, aku pandangi setiap tetesnya. Pada tetes
hujan di bawah lampu jalan, aku bercakap. Bercakap tentang keadaan yang
membawaku pada jebakan rasa. Aku merasa penuh saat kamu mendengar. Aku merasa
terlengkapi saat kamu menanggapi. Aku merasa sebagai manusia saat kamu
memanusiakan tindakanmu padaku. Dan untuk pertama kalinya, kamu membuatku
merasa sebagai wanita saat perlakuan itu tertuju padaku.
Sempat
terpikir olehku bahwa aku yang spesial pada keberadaanmu saat itu. Namun,
mungkin salah. Keegoisanku membuatku jatuh pada rasa yan mengurung pada
kebebasan. Dalam puluhan sajak, aku ungkapkan rasa cinta dan kepedihan. Padamu,
rasaku tumbuh menjadi beragam. Kebaikanmu melepas keegoisanku untuk dominan
pada lingkungan. Sempat air matamu menjadi bagian dari kesedihanku. Dalam
kesunyian yang tak menyinggung rasaku, air mata itu akhirnya ikut keluar. Jiwa
wanitaku muncul. Sakit rasanya hatiku menyaksikanmu berurai air mata karena
kesalahan yang tidak sekalipun kau perbuat. Di balik semua kekuranganmu, aku
telah belajar untuk menerima. Pada seluruh sikap burukmu, aku belajar
mentoleransi.
Kertas putih itu
tidak lagi bersih. Sudah tertorehkan dengan berbagai warna. Tertoreh
oleh berbagai jenis kuas yang kita buat. Dan
kertas ini adalah milikku. Entah bagaimana aku membiarkanmu menoreh
berbagai warna dalam kertasku. Entah bagaimana
caramu membuatku mengizinkanmu. Entah bagaimana
caramu membuatku ingin terus menggambari kertas itu.
Kita memang jarang bertatap. Namun, kita sering
bersanding. Kita berbicara, tapi kita tidak saling lihat. Kita mendengar tanpa peduli
kebenaran dari pernyataan. Kita berjalan tanpa tahu makna dari langkah kita. Dan kamu bertanya
tanpa tahu makna dari pertanyaanmu.
Komentar
Posting Komentar