Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2016

Sajak Kebebasan

            Bukan puisi dan rangkaian katamu yang kunantikan. Bukan kelembutan hati dan tutur katamu yang membuatku berubah pikiran. Namun, bukan juga luka yang kau tinggalkan. Semua terlanjur hadir karena ketulusan. Kenangan tentangmu membawa berbagai rasa yang campur aduk. Membolak balikkan telapak tangan, berulang kali mengedipkan mata seolah semua berlalu terlalu cepat dan sesaat.             Mencacimu bukan urusanku, karena terlalu banyak yang mencacimu dan kau acuh tak acuh dengannya seolah hidupmu paling benar. Terlalu banyak permainan yang kau punya dan tak satupun kau anggap nyata dalam hidup yang kau jalani. Tak cukupkah makna komitmen yang kau ajarkan? Atau semua hanya pelajaran semu tak bermakna untukmu dan kau ajarkan padaku seolah itu benar adanya.             Aku sudah benci dengan adegan burukmu. Atau aku yang tak pandai membaca peran yang kau mainkan. Aku pun menyesal pernah menjadi figuran dalam hidupmu. Biarkan aku menghirup udara bersih tanpa sedikit pun aroma

Narasi Pedih

Aku kira aku temukan tawa malam ini Aku pikir aku akan segera kembali Aku rasa aku tak kunjung pulih Aku dengar penat itu masih menghantui Namun, aku salah... Tak seperti gundah yang biasanya gampang enyah Hanya kebohongan dan dusta yang menyerah Kehilangan esensi dan menemukan resah Dekadensi rasa semakin terasa Merajam kebebasan dan kelegaan Memenjara keramaian di tengah sesak penat manusia Memendam sakit yang teramat sakit Sakit yang terlalu signifikan Apa ini? Binasa kau penat Pergi kau mumet Bahagia temukanlah aku dalam labirin ini Selamatkanku dari keterpurukan Buangkan rasa sakit yang sudah mulai bersarang Kata mereka, pergilah ke keramaian supaya kau tidak merasa sepi Ya, aku pergi, tapiii Hanya saja aku merasa melarikan diri Dan membohongi ketenangan yang kudambakan Ya Allah, Maafkan, maafkan, maafkan, tolong Hamba....

Amarah

Musim mengaumkan dosa yang terjadi Terbungkam dengan aum serigala yang selalu sendiri Kucuran air mata itu tak mampu lagi hentikan digresi Ataupun sekedar menghapus alufiru yang sedah terlanjur berdiri Deviasi mereka menghancurkan segala substansi Giginya menggigiti bibir kecil itu Mukanya memerah seolah terbakar api Seolah cacian mereka bukan lagi menjadi hal tabu Siapa mereka? Mencaci dan menghina dia seenaknya Menghujat dan menggunjingkan dia di balik punggungnya Perkataan baik apa yang sudah disampaikan padanya Atau mereka memang senang menggunjing dan menjilatnya Pikirannya sudah berefleksi menjadi air sungai yang keruh Tak hanya muka, matanya mulah memerah Alis matanya mulai berkerut tajam Menandakan ambisi dan amarah terpendam Mereka bilang kau tidak becus Mereka bilang kau pantas binasa Mereka bilang kau berlumur dosa dan pahalamu terkikis Mereka minta kau turun dari kuasa Dan kau hanya memendam itu bak siksa yang menyayat Tak sedikitkah kau ingin mel