Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Tanpa Ujung

Tidak ada yang berbeda hari ini. Bahkan tak terasa bahwa hari demi hari berjalan begitu saja. Meski terlihat sama, tapi nyatanya semua berbeda. Ada hal lain yang kucoba singkirkan dari diriku. Tabiat tak pantas mulai ingin kutinggalkan. Mungkin bagi sebagian orang, tabiat itu lumrah karena berbagai alasan dan latar belakang. Namun, aku merasa harus berbeda, bukan?      Sudah lebih dari satu tahun, aku mulai meninggalkan kenyamanan yang berhiaskan kegelisahan. Meninggalkan semangat menggebu untuk menjalankan berbagai visi, bahkan visi rahasia sekalipun. Ya, keputusan singkat dengan alasan yang mendalam untuk aku pilih. Terasing tapi bukan untuk terisolasi, tapi justru untuk lebih membuka mataku ke dunia baru. Semoga kalian tidak bosan karena aku masih saja sering menceritakan tentang kehidupan SMAku walaupun kini aku sudah masuk ke semester 4 kuliah. Satu hal yang harus kalian tahu, ini adalah masa di mana aku juga mulai berproses.     Bukan keputusan mudah bagi seorang anak bawa

Yuk Merenung dan Berbenah

Aku mulai ragu, bimbang, dan terdiam. Takut untuk pasrah akan menjadi menyerah. Cemas akan ketidakpastian yang tak bisa ku pastikan. Merenung dan bertafakur di atas 4 ubin. Semua ini sudah berakhir kah? Namun, aku rasa masih banyak yang belum. Hasrat hati ingin pulang dan kembali, tapi fakta tak menentu mendukung. Jika suatu saat ada waktu dan giliranku untuk melakukan banyak hal baik itu, baiklah aku akan tetap berjuang memperbaiki diri. Bukan masalah nilai atau ip, tapi masalah integritas dan kualitas. Mencari jati diri yang penuh misteri. Tak jarang rasa percaya diri itu menciut. Tak boleh rasanya aku membandingkan diri ini dengan dia, dia. Karena ini akan tidak adil untuk semua hal yang sudah aku lakukan. Aku pun tak tahu ini yang terbaik atau tidak. Untuk teman-temanku yang membaca tulisan ini... Kita mengarungi lautan kehidupan yang sangat luas. Tak bisa berhenti sejenak untuk memanipulasi bukan? Waktu berjalan semakin cepat sob. Cepat atau lambat semua akan menunjukkan peruba

Mari Merenung

DI balik jendela aku menatap langit yang sedikit mendung. Di sebuah sudut bersama angin yang berhembus dengan riang dan ramah. Sore, ya sore ini, setelah penatku akhir-akhir ini belum juga usai. Di saat air mata masih saja tertumpah entah untuk ke sekian kalinya, kemarin. Rasanya ingin sekali memutuskan kontak sehari saja dengan seluruh perangkat elektronik, sosial media, chatting media, dan segala macamnya. Menghilang sejenak dari dunia. Melepas semua keluh kesah, gusar, gundah gulana, dan semua hal itu. Izinkan aku sejenak duduk di tempat ini. Sejenak melepas lelah dari macetnya jalanan yang baru saja kulewati, menghadapi polusi kota metropolitan, bersama berbagai ragam bunyi mesin kendaraan beserta klaksonnya yang berbunyi sesekali. Menghadapi berbagai aral melintang yang ada. Sekali lagi, izinkan aku untuk merebahkan pundakku di kursi ini lebih lama karena hanya ini yang mampu menyembuhkan sedikit demi sedikit penat itu kini. Jangan tanyakan mengapa aku banyak diam

Jangan Bilang Ini Hal Biasa !!!

Langit cerah mengisyaratkan berbagai pertanda. Begitu pun juga dengan langit yang sore ini enggan bersinar dengan terang. Seolah enggan pula memberikan cahaya kepada jiwa yang sedang sakit. Dunia terkadang terasa tidak adil. Ketika apa yang diusahakan ternyata tidak mendapatkan apa yang diharapkan. Bukankah kita hanya bisa berharap? Mengaharapkan berbagai hal indah yang dipikir itu akan terwujud. Karena kita terlalu lupa bahwa kita hanya pantas untuk bermimpi dan berusaha untuk mewujudkan serta berdoa kepada-Nya atas hasil terbaik. Orang-orang kadang tidak memperlakukanmu dengan baik. Sementara di sisi lain, kita merasa sudah memperlakukan mereka sebaik yang kita bisa. Tak ingin menjadi pesuruh yang bisa disuruh melakukan apapun. Apa pun yang seharusnya bukan apapun yang diinginkan. Terkadang aku pun suka menelisik ke belakang. Apa saja yang sudah terlewati olehku. Betapa banyak hal yang telah kulalui. Begitu banyak versi cerita, momen, cinta, cita, harapan, dan banyak ha

Catatan Sore Ini

Sekarang aku mau cerita tentang definisi apa itu mencintai dan apa sih bedanya dengan adaptasi itu seperti apa. Setahun lebih surabaya menjadi tempat baru untuk jiwa yang haus belajar ini. Menyesuaikan diri dengan fantasi baru dan lingkungan yang berbeda. Bersama rasa tak percaya akan perbedaan. Namun semua menjadi menyenangkan dengan semua warna hitam putih dan gradasi warna cerah yang mampu menghiasi. Sekarang aku pun menjadi sulit membedakan bagaimana bisa mencintai tempat baru ini dengan hasil adaptasi yang sedang aku lalui. Setelah perlahan aku mulai merasa bahwa ini adalah rumah baru bagiku. Pekanbaru dan Surabaya menjadi destinasi yang tak pernah aku sesali. Setelah satu tahun lebih keinginanku terwujud untuk menginjakkan kaki dan menapak di tanah yang yang menjadi sebagian dari diriku. Ya, sebagian aku adalah jawa, minang, tapi aku tumbuh di atas bumi melayu. Mengalir di dalam jiwaku ketiga keindahan suku itu, kearifan lokal yang mengajarkan aku hal yang berbeda. Bertahun-tahu

Cerita Pagi Ini

Izinkan jiwaku untuk berkisah sekarang .... Sudah tak terhitung berapa purnama ini sudah berlalu . Sejak saat aku memulai babak baru . Tak hanya aku , tapi babak itu terjadi untukku , bapak , ibu , dan adikku . Sesuatu yang sudah dipersiapkan oleh kedua orangtuaku , tapi dulu aku tidak mengindahkan persiapan itu . Ternyata itu memang terjadi ... Aku mulai meninggalkan satu per satu kebiasaan , harapan untuk mengulang momen hidup bersama teman-teman . Namun , jiwa ini tahu betul , bahwa aku tak bisa meninggalkan tempat ini . Lokasinya berbeda , suasana pun berbeda , tapi hadirnya masih tetap menjadi syukur . Mengingat masa itu , saat aku terbakar kesal, amarah, luput, lalu aku pergi dengan sepatu olahragaku untuk mengamankan kaki dari kerikil kecil yang ada di trek lari. Tak ada yang tahu mengapa aku begitu menyukai tempat ini. Pada waktu itu pun aku merasa menemukan seseorang yang selalu membuatku ingin untuk t

Ceria (Cerita Ai dan Abang)

"Kasihan deh dek, udah di posisi 98, eh kena dadu 5 jadi turun ke 75" Source : https://www.rinso.co.id/perkembangan-anak/berbagai-manfaat-permainan-ular-tangga/ "Idih, seneng banget ya Bang, lagian sih kok ngajakin main ginian. Terakhir kali juga pas kecil, kelas 3, itu pun sama Abang juga" "Emang kau dah besar. Eh, nikmati ajalah selagi bisa. Nanti pasti kau akan merindukannya" " Oke,oke" "Oke aja? Jadi anak kecil loh enak Ai. Kau ga perlu mikir ini itu, tanggungan ini itu. Penting sekolah main, makan, tidur, kerjakan apa yang dicakap orang tua, tu gitu aja. Tugas sekolah pun cuma itu itu aja. Ndak macam kini. Tengoklah kantung mata kau tu, dari semester lalu hingga kini tak ubah-ubah. Banyak kali yang dikerjakan sampai malam kan. Belum lagi mikirkan manusia ini dan itu." "He, iya sih, hehe... jangan baper kayak gitu lah, lihatlah aku pun dah menang ni. Jadi apa traktiran bang?" "Keluar lah tu sikap anak-

Cerah

Sumber :  http://nyindir.com/apa-yang-kamu-lakukan-dalam-waktu-15-menit/ "Bang, coba lihat senja di ujung situ? Ai selalu suka lihatnya?" "Biasa aja, Toh, setiap hari dia akan seperti itu, tak ada yang berubah, kecuali jika kiamat tiba. Lebih senang melihat bintang yang berpendar di malam hari dek" "Berarti kita beda bang, lihat gradasi warnanya. Indah sekali. Tidak selalu sama kok, kadang gradasi jingga, kadang merah, dan kadang merah muda" "Iya sih, eh tapi kok kau kayak anak kecil gini, ngomongin senja, malam. Kau udah kuliah Ai, biasanya juga ngomongin kuliah, acara ini itu, tumben." "Jadi, semua itu hanyalah  rutinitas yang belum tentu semuanya  AI sukai. Mungkin Ai melaksanakan tugas di acara A karena Ai memiliki tanggung jawab terhadap organisasi yang mengadakannya. Namun, mungkin acara B mungkin pilihan yang paling Ai senangi. Bosan kalau selalu berbicara tentang karier, profesionalitas yang hanya kata, on time yang h

Lentera yang Meredup

Ini adalah sebuah kisah yang mungkin untuk pertama dan terakhir kalinya aku bagikan. Terinspirasi dari sebuah postingan seorang kakak yang baru saja terbaca olehku. Untuk yang ingin membaca, silahkan klik link ini ..... http://www.argeomerta.com/2016/05/you-are-apple-that-has-gone.html Source ( nangz.deviantart.com ) Aku sudah lama tak lagi kenal apa itu arti persahabatan. Perjalanan hidup mengajarkan aku lebih dulu pada pengkhianatan di saat aku belajar untuk mencari dan menemukan apa itu arti sahabat. Masa sekolah dasar yang seharusnya menjadi masa yang menyenangkan sekaligus transformasi kepribadian dari anak-anak menjadi remaja. Enam tahun berproses. Genap di tahun kelima, aku mulai menemukan kelompok bermain yang aku pikir memang menyenangkan. Terlebih lagi rumah aku dan mereka cukup dekat. Dari beberapa mereka, ada seorang teman yang menurutku pada saat itu, hubungan kami sangat dekat. Aku main ke rumahnya dan dia main ke rumahku. Menghabiskan waktu bersama dari pagi

Sepucuk Harapan Yang Tertinggal

Dia bergelayut di bawah remangnya lampu jalan. Rentan terkena debu kendaraan. Sesekali proyek jalan menutupi bentuknya. Kini aku berada semakin dekat dengannya. Aku hampiri di tengah padatnya Jalan Raya Ir.Sukarno, Surabaya. Aku melihat fakta bersamanya. Gedung apartemen yang baru itu sudah tinggi menjulang dengan banyak cahaya. Sedangkan gedung cantik itu bersebelahan dengan rumah sederhana yang sama bersusun dengannya. Namun, hanya dari tripleks dan kayu sederhana sebanyak tiga tingkat. Malam ini kususri jalan bersamanya. Jalanan yang ramai tapi sepi. Kerlap kerlip cahaya terlihat tidak bermakna. No debate No discuss. Hanya aku dan sepucuk harapan yang duduk tenang di dalam bus bersama beberapa orang lainnya. Tak sedikitpun dia mengizinkanku untuk mengingat "dia", "dia", dan "mereka". Pundakku biasanya terasa berat dan kini entah kenapa semua terasa lega. Aku merasa menemukan kembali siapa aku. Menyadarkan kembali apa dan siapa yang pantas. Ooh

Surat Perjalanan

Segar, bergairah dengan ketenangan, merasakan dengan haru, dan aku bernapas dengan lega. Mungkinkah masa pencarian ini akan segera usai? Setahun lalu, semua terasa sulit. Merasa hampa, ditinggal, kehilangan, benci, sakit hati, dan segala penyakit mental yang juga muncul bersama adaptasi yang menyenangkan di kampus. Walaupun tidak sepenuhnya menyenangkan, semoga ucapan ini akan menjadi doa yang menjadi nyata Serempak dengan detak jantung yang tak teratur dan denting jarum jam yang berbunyi akur, aku mulai belajar dan memetik indah semuanya. Kepahitan memang bisa menjadi aroma semerbak harum alias berubah wujud menjadi sesuatu yang berbeda. Dulu, serasa semua bisa dimiliki dan sekarang aku sadar semua bisa menghilang seketika. Ingin seperti dia yang dikelilingi banyak teman dan bisa pergi kemana saja. Inhin seperti mereka yang bisa berkumpul dalam banyak kesempatan meski berbeda jurusan. Ingin seperti mereka yang tetap berhubungan baik meski jarak beribu kilometer. Ingin seperti dia

Luput dan Harapan

Matahari enggan menyapa jiwa yang masygul Bahkan meniupkan sehembus napas pun luput Di sela napas yang menyesak, ada setitik noktah hitam Noktah yang memberi sedikit cahaya Hanya satu kata terbaca, tak jelas karena lasak bergerak dalam akal Hujan mengguyur sepi yang lama berandang Tidak ada kata sani yang indah terdengar, hanya nyenyat Mulut pun meracau tidak terima Harapan terhempas di atas tumpukan duri yang pedih  Terjatuh dari ketinggian yang tak pernah terduga Bukan karena seorang pun semua menjadi luput Hanya karena lelah menjadikan semua terlihat luput dan pupus Satu kata sederhana, bermakna pahit nan melelahkan Semua ucapan adalah hampa tak bergerak untuk jiwa yang sedang luput Mencoba menggali lagi potongan yang telah hilang Noktah itu muncul lalu hilang, muncul lalu pergi Di sini ramai, terasa sepi Setelah diam, mencari tempat untuk bertafakur dan muhasabah Mencari lagi hakikat bahagia di dalam benak yang tersembunyi Untuk apa

Teman dan Kehidupan

          Meski ada orang yang menjadi pusat kebencian dari orang lain, lihatlah dia beberapa tahun kemudian. Mereka yang dibenci dan dihina apalagi untuk mimpinya, tumbuh dan berkembang lebih cepat daripada yang mengolok. Semua memang akan indah pada waktunya dan itu benar. Ada kalanya kita menemukan teman-teman yang setia untuk suatu masa dan bermasalah dengan teman lainnya hingga luka terasa amat dalam. Dan apakah ada yang mengerti hati selain masing-masing? Rasa cemburu akan membakar lebih ganas sakit itu.           Sekarang aku pun mengerti mengapa kebencian itu tidak boleh tersemai. Di suatu masa, akan kita dapati bahagia dan di masa lain akan ada  rasa sunyi atau ramai atau senang atau sukacita. Sama seperti orang kebanyakan, setiap kita punya orang yang tidak disuka, tapi kini semua sudah lama kuhapus. Aku tidak mau berlarut dengan itu semua. Meski kita tahu benar benci itu sama dengan membenci diri yang tidak bisa menghindar dari permasalahan yang ada atau mengenal dia leb

Sajak Kebebasan

            Bukan puisi dan rangkaian katamu yang kunantikan. Bukan kelembutan hati dan tutur katamu yang membuatku berubah pikiran. Namun, bukan juga luka yang kau tinggalkan. Semua terlanjur hadir karena ketulusan. Kenangan tentangmu membawa berbagai rasa yang campur aduk. Membolak balikkan telapak tangan, berulang kali mengedipkan mata seolah semua berlalu terlalu cepat dan sesaat.             Mencacimu bukan urusanku, karena terlalu banyak yang mencacimu dan kau acuh tak acuh dengannya seolah hidupmu paling benar. Terlalu banyak permainan yang kau punya dan tak satupun kau anggap nyata dalam hidup yang kau jalani. Tak cukupkah makna komitmen yang kau ajarkan? Atau semua hanya pelajaran semu tak bermakna untukmu dan kau ajarkan padaku seolah itu benar adanya.             Aku sudah benci dengan adegan burukmu. Atau aku yang tak pandai membaca peran yang kau mainkan. Aku pun menyesal pernah menjadi figuran dalam hidupmu. Biarkan aku menghirup udara bersih tanpa sedikit pun aroma

Narasi Pedih

Aku kira aku temukan tawa malam ini Aku pikir aku akan segera kembali Aku rasa aku tak kunjung pulih Aku dengar penat itu masih menghantui Namun, aku salah... Tak seperti gundah yang biasanya gampang enyah Hanya kebohongan dan dusta yang menyerah Kehilangan esensi dan menemukan resah Dekadensi rasa semakin terasa Merajam kebebasan dan kelegaan Memenjara keramaian di tengah sesak penat manusia Memendam sakit yang teramat sakit Sakit yang terlalu signifikan Apa ini? Binasa kau penat Pergi kau mumet Bahagia temukanlah aku dalam labirin ini Selamatkanku dari keterpurukan Buangkan rasa sakit yang sudah mulai bersarang Kata mereka, pergilah ke keramaian supaya kau tidak merasa sepi Ya, aku pergi, tapiii Hanya saja aku merasa melarikan diri Dan membohongi ketenangan yang kudambakan Ya Allah, Maafkan, maafkan, maafkan, tolong Hamba....

Amarah

Musim mengaumkan dosa yang terjadi Terbungkam dengan aum serigala yang selalu sendiri Kucuran air mata itu tak mampu lagi hentikan digresi Ataupun sekedar menghapus alufiru yang sedah terlanjur berdiri Deviasi mereka menghancurkan segala substansi Giginya menggigiti bibir kecil itu Mukanya memerah seolah terbakar api Seolah cacian mereka bukan lagi menjadi hal tabu Siapa mereka? Mencaci dan menghina dia seenaknya Menghujat dan menggunjingkan dia di balik punggungnya Perkataan baik apa yang sudah disampaikan padanya Atau mereka memang senang menggunjing dan menjilatnya Pikirannya sudah berefleksi menjadi air sungai yang keruh Tak hanya muka, matanya mulah memerah Alis matanya mulai berkerut tajam Menandakan ambisi dan amarah terpendam Mereka bilang kau tidak becus Mereka bilang kau pantas binasa Mereka bilang kau berlumur dosa dan pahalamu terkikis Mereka minta kau turun dari kuasa Dan kau hanya memendam itu bak siksa yang menyayat Tak sedikitkah kau ingin mel

Done

Kata orang, bahagia itu adalah sebuah proses, bukan destinasi. Kemudian aku bertanya, kenapa proses itu sangat mudah untuk berpendar lalu pudar dan hilang, sehingga tidak menyisakan sedikitpun sisa dari kebahagiaan itu. Kebahagiaan itu lalu pergi dan menjadi menyedihkan ketika dikenang setelah berbulan-bulan lewat. Dari mana kah proses itu bisa membahagiakan? Apa karena aku kurang bersyukur sehingga kenangan itu menjadi tidak membahagiakan. Apakah tawa itu menandakan bahagia? Atau justru air mata lah penanda kebahagiaan yang dinanti? Apa hakikat dari kesenangan itu yang sebenarnya? 

Ekspresi Tentangnya

Aku menapakkan kakiku di sebuah lapangan yang aku idamkan sejak tiga bulan lalu. Untuk bisa berbaris dan memiliki lapangan ini hanya untuk waktu tiga tahun, aku harus melewati berbagai tes yang bagi sebagian orang, hal itu sangat tidak menarik. Aku melewati semua itu hanya untuk satu visi dan satu tujuan. Ya, baru saja tiga bulan lalu aku mendambakan tempat ini. Keputusanku untuk meninggalkan rumah sejak hari itu dan memulai kehidupan baru tanpa orang tua yang biasanya selalu kulihat setiap hari. Umurku 14 tahun saat itu. Aku sudah tidak lagi ingin menyusahkan kedua orang tuaku dan mulai menata diri untuk menyosong masa depan yang belum tergambarkan dengan jelas saat itu. Dengan keinginan yang cukup besar, aku pun berjuang demi tahap awal perubahan besarku. Dan dengan doa yang selalu terpanjat serta usaha, akhirnya aku pun berada di tempat ini. 100 kepala baru yang siap untuk menantang mada depan dan membangun Riau di masa mendatang. Rasanya terlalu banyak regulasi baru yang har

Goresan Tinta

Langkah kecil dan perlahan mengiringi kesedihan yang sedang ku rasakan. Kepala ini tertunduk seolah tak berani menatap dengan jelas apa yang ada di depanku. Satu per satu suara memenuhi pikiran yang kini terasa sungguh memuakkan. Jalan ini terasa sangat jauh untuk menyampaikanku pada rumah tempat peristirahatanku. Berbagai suara mulai berdengung dan gaduh di telingaku. Berbagai celoteh datang. Mereka satu per satu datang di saat kondisiku seperti ini. Meminta didengar lalu pergi, meminta ditanya lalu pergi. Kemana aku harus mendekat dan meminta semua itu. Di keramaian yang kulintasi, tiba-tiba aku berhenti. Semua hilir mudik seakan aku tidak terlihat oleh siapa pun. Aku tak lagi menunduk, tapi aku terduduk di atas aspal ini dan menutup telingaku. Dan tiba-tiba kau datang. Kau bantu aku untuk kembali berdiri dan memisahkan tangan yang menutupi telingaku. Kau bawa aku duduk di tempat yang lebih layak. #tobecontinued Cont' Tanganmu membawaku pergi jauh dari keramaian yang me

Esensi dan Tradisi

Pada awalnya, semua tradisi itu merupakan ide dan cetusan yang bertujuan pada satu hal yaitu kemajuan dan ciri khas. Tradisi yang saya maksud di sini bukanlah tradisi budaya atau agama. Namun, lebih kepada sebuah ide yang dijadikan patokan untuk diteruskan dan diturunkan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Ide itu pasti berawal dari sebuah permasalahan dan muncul solusi yang dikira saat itu mampu untuk menyelesaikannya.           Sudah berulang kali saya atau                   mungkin Anda mengikuti sebuah           tradisi yang biasa disebut                           pembinaan atau kaderisasi pada           awal kita menjadi bagian baru                 dari sebuah institusi. Saya yakin           bahwa pencetusnya bertujuan           untuk menanamkan karakter dan           nilai. Namun, saya rasa kita perlu meninjau dan observasi kembali akan tradisi yang pernah kita jalani atau bahkan menjadi bagian dari kehidupan kita itu. Pembinaan melalui sistem kaderisasi atau m