Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

A Note To Realize

I believe that life is about give and take. The more we give the more we get. But it's gonna change if we always put expectations of what we think we should get. Mosf of us still asking justice from human while we know human is a place of mistakes. Unconsciously we forget the concept. We keep on demanding. We keep on complaining. We keep on talking about "what's the ideal condition" without thinking the limitations to breakthrough. The unreal expectations sometimes make us lose who we are. We put them to control and ruin our mind. We put aside our real world where we can think consciously and realize the things existing around us. Easily our focus being distracted by other argument. We keep arguing what's the best but we don't how to start. A lot of uncertainty has come and made a crowd inside. It filled our mind with worries, doubts, angers, and other negative thought. Sometimes it's just stuck. Being far from the comfort supposed to teach how to survive

I Want

I wanna have you I wanna have someone to share dreams together I wanna meet you who I never know how you looked like I wanna know you at least to give me hope that I wasn't born to be alone To live and to be loved All this time I keep on trying to protect my heart Manage my education and career quite good until I get this point and feel enough And now I don't know it's just a desire or gonna be my need

Pernikahan

Akhirnya semia menemukan jalannya masing-masing. Entah karena jawaban dari doanya atau memang jalannya atau karena amalannya yang mampu mempermudah segala urusan. Tidak ada yang bisa membaca jalan Tuhan. Sebagiannya tidak berdoa keras karena rasanya siapa tidak siap jika dihadapkan. Sebagian bermunajat setiap saat. Sebagian sibuk menjaga diri sensitif dari dosa karena tak ingin bertemu dengan jodohnya dalam kondisi belum baik. Dan beragam kondisi lainnya. Berbicara tentang pernikahan kini menjadi menarik. Semenjak fase sekolah selesai dan memasuki fase aktualisasi. Semua berjalan seperti apa adanya dan pola pikir perlahan mulai berubah. Diikuti berbagai kisah yang tak pernah terduga akan dihadapi sebelumnya. Entah bertemu di dunia atau di akhirat, aku hanya menunggu jalan terbaik dari-Nya dan memohon agar selalu dalam bimbingan-Nya sehingga keluarga tenang dunia akhirat yang kuidamkan dapat terwujud dengan orang yang tepat.

Ragu

Ternyata semua hanya awalan yang pasti akan menemui akhir. Pertemuan yang memberikan kita berbagai pengalaman dan rasa. Mengizinkan diri sesaat mengecap rasa yang mungkin sulit untuk diciptakan sendiri. Perlahan dan semakin cepat akhirnya aku sadari bahwa manusia tak mampu hidup sendiri meski ia merasa dirinya tangguh. Sebagian berpikir bahwa pikirannya sudah ramai dan sulit untuk bergabung dengan pikiran lainnya. Namun, bukankah itu hadir karena tak ingin mencoba dan keegoisan yang mengungguli diri bahwa aku harus selesai terlebih dahulu dengan pikiranku. Pertemuanku dengannya mungkin adalah pengalaman penuh kesan. Namun, perpisahan dengannya adalah sebuah anugerah dengan pelajaran luar biasa. Kuketahui rasa meski secuil. Kunikmati intensi meski tak sepenuhnya. Hingga akhirnya semesta paham bahwa aku pantas melanjutkan hidup lebih baik dan bertemu dengan orang-orang yang lebih baik. Aku tak pernah menyesali pertemuanku dengannya  Aku sadar bahwa kelak aku pasti akan bertemu dengan tok

SAJAK III : SENDU

Dalam resah yang menggema pada malam ini, sepiku berteman dengan alunan hening yang dibawa udara di sela-sela ventilasi. Kisahku belum dimulai dan entah kapan akan dimulai. Letih tak sungkan berteman dengan cacian. Kata-kata meracau pada retensi yang tak pernah dikehendaki. Sudah berlalu terlalu lama dan rasanya akan semakin lama. Terlalu banyak kerinduan yang hilang dan tak lagi bersemayam menjadi memori yang dapat dikenang. dalam ruang hampa, sesak terasa

23022020

Aku kehilangan kepercayaan. Bukan pada orang lain tapi juga pada diri ini. Entah kenapa insecurity kembali hadir. Aku mulai menghindari hal-hal yang tidak mengenakkan untukku. Cemooh an yang hadir saat ingin berkisah selalu menahan emosi hingga tak terluapkan dan mengendap. Lelah dianggap remeh dan lemah hanya karena tidak sejalan.  Ada beberapa orang yang disayang tapi harus ditinggalkan karena rasanya lelah mempertahankan sendiri. Begini mungkin cara kerjanya. Aku tidak sesuai dengan mereka. Mencari kesesuaian sangat sulit. Aku ingin menyerah tapi tak boleh. Aku ingin diam saja dan tidak mencari pertolongan. Ingin dimengerti karena rasanya sudah perlahan sakit. Ingin kembali seperti waktu kemarin. Namun, semuanya sudah berbeda. Mataku semakin perih seiring kata-kata ini mengalir menjadi tulisan. Krisis atau apalah yang akhirnya dihadapi setiap manusia. Namun, sayangnya kita tak pernah mampu menempatkan diri dengan baik terhadap apa yang dirasa orang lain. Hingga rasanya tidak

Awalan untuk Sebuah Akhir

Akhirnya kekhawatiran berujung pada sebuah jawaban. Saat sebuah keputusasaan disampaikan kepada yang Maha Kuasa. Saat sabar selalu dicoba untuk dijadikan andalan. Mungkin air mata juga sudah lelah mengalah. Pertanyaan itu mulai terjawab. Kekhawatiran menemukan harapan. Bukan untuk dihiasi oleh hal indah dan menyenangkan tapi justru sebagai lecutan untuk bergerak menjadi lebih baik. Tak ingin merusak tapi justru ingin memperbaiki dan membawa ke arah yang lebih baik.  Sisa-sisa rasa itu tidak ada yang tertinggal, sudah ditutup rapat. Rasanya ini seperti pertemuan baru. Kita sudah menjadi orang yang berbeda. Berbagai rintangan dilalui meski berat menjadi tangguh untuk diri sendiri.  Rasanya ada bagian dari diriku yang benar-benar terlepas. Ia menemukan kembali tuannya dan aku lega akan hal itu. Tak ada yang tertinggal dalam kalbu untuknya. Semua usai. Terkait pertemuan ini akankah menjadi sebuah bab baru, mari kita lihat ke mana arahnya.

Memujamu

Aku mencintaimu dengan lembut melalui kata yang tak pernah mampu dikeluarkan oleh bayi kepada ibunya Aku mendambamu seperti semut mendamba dan mengejar gula Aku mengecup harapan seperti serangga yang mampir dan mengecup benang sari sehingga ia bertemu dengan putik Aku menabur benih harapan seperti petani menanam deretan padi di sawah Aku membuka pintu seperti menanti paket pesanan yang sudah lama kunanti  Aku menikmati waktu bersamamu seolah tak ingin kubiarkan detik memakan menit yang menjadikannya berkurang durasi waktu sehari Aku hampir saja membiarkan mataku memerah sebab tak ingin diganggu oleh kedipan meski hanya sepersekian detik Aku puja tuturmu yang mengalahkan egoku Aku puja lembutnya sikapmu seperti bulir kapas yang jatuh perlahan dari pohonnya Aku puja sabarmu seperti harapan sembuh terhadap luka yang membara Aku tak perlu membuat rotasi baru hanya untuk menemuimu di satu titik karena semenjak saat itu pikiranku hanya berotasi pada poros yang kunamai dengan keberadaanmu Kur

Haruskah Kita Marah dengan Kondisi Ini

Menjalani titian demi titian saat rapuh terasa semakin merenggut. Harapan seakan datang dan pergi untuk menguji. Pada berbagai kesedihan dan kesulitan yang kita hadapi, mungkin ini saat terbaik untuk kita belajar dan bersabar lebih lama dari sekedar satu momen. Dunia tengah disapa pandemi yang dengan ramah dan menusuk mampu mengubah haluan hidup. Pergerakan terbatasi, pikiran terpaksa dibatasi, mimpi terpaksa istirahat sejenak, bertahan harus terus didampingi pada jiwa-jiwa yang mulai memberontak. Kesepian bukan lagi pilihan tapi merupakan hidangan yang harus disantap. Pedagang kecil mulai merengek, pengemis semakin meronta, pabrik mulai jungkir balik, sementara kebutuhan primer tetap harus dipenuhi. Sayangnya, kita semua memakai hal yang sama tapi tidak punya input yang sama baiknya. Kebutuhan primer menjadi semakin membengkak, sementara penyimpanan mulai berkurang. Semua minta diberi keringanan. Gosip mulai membahana. Iri dan kecemburuan sosial mulai digelorakan. Protes disuarak

Pertahanan

Dalam heningku akhirnya semua tumpah. Pada ketiadaan yang mengadakan hadirnya dalam sunyi. Bergema suara tak pernah menggaung hingga akhirnya seram berubah menjadi amarah. Diam berubah menjadi luapan emosi yang tak kunjung redam hingga harian berlalu. Rasanya tak mungkin untuk kembali, tapi justru lebih tak mungkin untuk meninggalkan semuanya di saat internal menjadi goyah dan hampir tak terkendali.  Kurasa elegi sudah kalah pada ego sektoral yang ingin diperhatikan. Kelembutan dan iba berubah menjadi ganas yang tak pernah bisa didiamkan. Kasar dalam halusnya tutur menjadi senjata mempertahankan diri sebab takut untuk dicela hingga akhirnya terluka dan jatuh. Tanpa sadar aku pun menemukan cara bertahan dan mempertahankan diri. Melepas yang tak dapat kugenggam dan membangun benteng perlindungan pada rapuh yang tak pernah lelah disembunyikan. Kemandirian menjadi ilusi yang nyata pada pertahanan. Secara fisik semua terlihat mampu dan sempurna tapi ternyata ada celah yang hilang ke

Sudut Pandang

Bulan, hidup terasa kadang sunyi. Di balik temaram sinarmu, kadang aku meringkuk mencoba mencari solusi. Tidak ingin meratapi tapi kadang semesta punya caranya untuk berdialog dengan ujian. Ada pelajaran yang harus kupetik agar aku menemui kebaikan di ujung perjalanan. Istirahat adalah akhir yang banyak tidak manusia mengerti. Saat tidur dianggap sebagai penghilang masalah, tapi nyatanya gelombang kegelisahan tetap masuk berwujud mimpi. Nyatanya dunia adalah tempat berlelah hati dan pikiran untuk akhir yang kekal. Bintang, ingin rasanya kupeluk permukaanmu agar tenang merasuk pada jiwa yang bergejolak. Meski tak dapat kuterka bagaimana suhu permukaanmu. Namun, entah kenapa aku percaya bahwa kelap kelipnya cahayamu seperti mengajarkan cara bertahan agar tetap menyala. Angin, aku melihat seorang wanita muda terpaku pada tatapannya sore ini. kutemui dia dalam keceriaan tadi pagi, tapi entah mengapa rautnya berubah menjadi mendung. Jika ku analisa, sepertinya bukan hiruk pikuk kota

CHAPTER V

Perjalanan hidup selalu memberikan kita kejutan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Setelah sekian lama kita dibiarkan tenang dengan kehidupan yang nyaman, kini kita dihadapkan dengan ujian yang sungguh menguji iman, mental, da fisik. Kehadiran virus corona dalam beberapa bulan belakang telah mengubah banyak sisi pada kehidupan kita. Kehadirannya sempat diragukan karena kita mungkin terlalu optimis dan sombong dengan keistimewaan kita yang berada di garis khatulistiwa. Kita abaikan seolah kita memang lebih kutan. Namun, nyatanya virus tersebut datang dengan caranya dan menjadi ujian yang nyata. Sudah berbulan-bulan kita terjebak dalam kondisi seperti ini. Sudah begitu banyak korban yang dilumpuhkan bahkan tak sedikit tenaga medis yang meregang nyawa karena kehadirannya. Kehidupan kita pun berubah lebih dari 180 derajat. Kita sepertinya bingung antara ekonomi atau nyawa yang harus diselamatkan. Menjalankan isolasi dan social distancing secara setengah-setengah. Bahkan tak

Melepas Perpisahan

Meresap pada berbagai elegi yang tercipta dalam hening yang cukup menggelegar. Nafasku terengah dalam pijakan yang rasanya tak lagi mampu kurasa. Kehilangan adalah wujud perayaan dari tidak terbiasa. Memang pada hakikatnya, adaptasi adalah poin penting dalam keberlangsungan hidup di dunia yang fana ini. Kurasakah getaran saat awal kita melihat adanya harapan. Adanya kebiasaan dan hal baru yang akan mengubah dunia kita berdua. Entah untuk sesaat atau selamanya. Sebisanya tak terbias pada ekspektasi yang hadir mencoba menggurui logika dan fakta. Dalam kenyamananku pada kesendirian, bayangan dan bentuk jelas dirimu hadir. Pertemuan demi pertemuan dan perkenalan yang kita jalani berwujud pada sebuah simpul yang menemukan kesamaan antara kita berdua. Perbedaan yang ada rasanya dapat ditoleransi karena kesamaan sudah sangat cukup membuat perdebatan kalah olehnya. Di balik berbagai pertemuan dan jarak yang coba kita taklukkan, kepercayaan menjadi inti pada hal-hal yang kita yakini dapa

Mengejar

Tanpa kita sadari, hidup memberikan banyak pelajaran. Harusnya dari berbagai keluhan, kita semakin mahir untuk mengambil pelajaran. Meski nyatanya sangat sulit. Bahkan karena bosannya, bisa saja kita melakukan seadanya tanpa benar-benar menyenangi apa yang kita kerjakan. Mungkin karena ketidaksesuaian juga yang dapat membuat pribadi ini menjadi berbeda. Setiap orang punya cara pandangnya sendiri tentang hidup. Tentang momen yang berjalan atau tentang titik kejadian yang terlewat. Sesaat kita menjejaki kaki di tanah yang tak pernah terpikirkan. Dulu ketika kita lahir dan bertumbuh di tempat yang sama, menjadikan kita senang dan mencintai lokasi tsb. Ingin berlama di sana atau bahkan melanjutkan hidup di tempat yang sama. Sebagian kita memilih untuk keluar dari kotak menyenangkan itu. Mencoba peluang lain tanpa memikirkan apakah kita akan merasa nyaman atau senang di tempat tersebut. Meskipun keluhan kadang tak henti menghiasi. Angan-angan berubah menjadi ego dan menciptakan protes.

22

Menjadi 22, mungkin hanya sebuah angka. Namun, apa yang terkandung pada 22 tahun hidup akan berbeda bagi setiap orang. Jika ada pernyataan yang menyatakan bahwa semakin dewasa maka semakin banyak perayaan tidak berharga, maka kurasa itu pun benar. Namun, dalam setiap detik waktu yang berjalan, bukan kah seharusnya memiliki makna. Atau justru terasa hanya terlewat begitu saja. Mungkin karena kondisi yang dihadapi sekarang berbeda, maka akan berbeda pula pemikiran dan pola pikir yang ada. Awalnya semua terasa tak ada masalah hingga pada akhirnya yang tak pernah terpikirkan akan hadir menjadi pikiran. Yang dulunya baik-baik saja dan menikmati hidup sendiri serta membiarkan semua berjalan, kini berubah menjadi titik-titik yang perlu direncanakan. Menjadi titik yang perlu digambarkan secara kasar agar hidup selalu memiliki tujuan. Semua berubah. Hal-hal yang dulu terasa tak penting tapi dipenting-pentingkan, kini menjadi benar-benar perlu ditinggalkan. Begitu banyak cerminan hidup yang