Langsung ke konten utama

Kehilangan Makna

           


Rangkaian kata mana pun tak dapat ku pilih. Aku tidak mengerti apa yang akan kita ambil. Apa yang menggambarkan rasa. Mana yang akan bermakna banyak. Yang ku tahu mungkin aku terlalu nyaman. Merasakan sendiri. Menerima kebaikan tanpa benar-benar kupikir. Tak pernah kupersiapkan diri untuk pergi dan toh nyatanya ternyata kamu akan pergi lebih dulu.
            Bisakah kita duduk sejenak lagi dan lagi. Mendengarkan ceritamu membuat aku merasa ada. Sedikit tanya darimu tentang keadaanku selalu membuatku rindu. Membuatku merasa bahwa memang ada yang perlu ditanya. Ada sesuatu yang kulupa mungkin karena aku terlalu sibuk untuk mengendalikan hal di luar dari internal ku. Aku menjemput kata-kata itu setiap saat kita bertemu. Sengaja menyelinap dalam keramaian agar tak seorang pun dapat menerka rasaku dengan tepat, tak sekalipun kamu. Aku membenci jiwa yang tak tentram saat ada rindu yang terlepas. Dalam rintik hujan, aku pandangi setiap tetesnya. Pada tetes hujan di bawah lampu jalan, aku bercakap. Bercakap tentang keadaan yang membawaku pada jebakan rasa. Aku merasa penuh saat kamu mendengar. Aku merasa terlengkapi saat kamu menanggapi. Aku merasa sebagai manusia saat kamu memanusiakan tindakanmu padaku. Dan untuk pertama kalinya, kamu membuatku merasa sebagai wanita saat perlakuan itu tertuju padaku.
            Sempat terpikir olehku bahwa aku yang spesial pada keberadaanmu saat itu. Namun, mungkin salah. Keegoisanku membuatku jatuh pada rasa yan mengurung pada kebebasan. Dalam puluhan sajak, aku ungkapkan rasa cinta dan kepedihan. Padamu, rasaku tumbuh menjadi beragam. Kebaikanmu melepas keegoisanku untuk dominan pada lingkungan. Sempat air matamu menjadi bagian dari kesedihanku. Dalam kesunyian yang tak menyinggung rasaku, air mata itu akhirnya ikut keluar. Jiwa wanitaku muncul. Sakit rasanya hatiku menyaksikanmu berurai air mata karena kesalahan yang tidak sekalipun kau perbuat. Di balik semua kekuranganmu, aku telah belajar untuk menerima. Pada seluruh sikap burukmu, aku belajar mentoleransi.
            Kertas putih itu tidak lagi bersih. Sudah tertorehkan dengan berbagai warna. Tertoreh oleh berbagai jenis kuas yang kita buat. Dan kertas ini adalah milikku. Entah bagaimana aku membiarkanmu menoreh berbagai warna dalam kertasku. Entah bagaimana caramu membuatku mengizinkanmu. Entah bagaimana caramu membuatku ingin terus menggambari kertas itu.
            Kita memang jarang bertatap. Namun, kita sering bersanding. Kita berbicara, tapi kita tidak saling lihat. Kita mendengar tanpa peduli kebenaran dari pernyataan. Kita berjalan tanpa tahu makna dari langkah kita. Dan kamu bertanya tanpa tahu makna dari pertanyaanmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Penggunaan Zat Adiktif dan Psikotropika Terhadap Aspek Kehidupan

Dampak Penggunaan Zat Adiktif dan Psikotropika  Terhadap Aspek Kehidupan Disusun Oleh: {          Diajeng Anjarsari Rahmadhani {          Kezia Grace Monica {          Kresna Dwiki Ramadhana {          Rashif Imaduddin Lukman KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmatnya sehingga kami dari Kelompok 1 dapat menyelesaikan makalah mengenai Zat Adiktif dan Psikotropika. Makalah ini kami buat dengan penuh ketelitian dan kami rangkum dari beberapa sumber yang dapat dipercaya.  Makalah ini kami harap dapat bermanfaat bagi pembaca mengingat banyaknya pemanfaat negatif dari zat adiktif dan psikotropika. Dengan adanya makalah ini kami harap kita semua dapat terhindar dari dampak negatif zat adiktif dan psikotropika.Zat adiktif dan psikatrop...

Terjebak Dalam Bayangan

Manusia, oh Manusia Terjebak dalam angan kemungkinan dalam pikirnya Padahal sudah berulang kali dijauhkan oleh-Nya Berlalu waktu, hidupnya tenang dan baik saja Halaman tua sudah ditutup Namun, terganjal saat lintasan bayangnya nyata di mata Bukan ingin mengulang, tapi hanya saja ini tersisa kemungkinan Dibukanya kembali halaman itu Diteliti kembali karena sudah lupa rasa Baru buka satu dua kalimat, ternyata logika menolak Untuk kesekian kali, memori pahitnya mencuat Untuk apa berupaya tapi ternyata hanya give and give Untuk apa mendengar kalau ternyata tidak pernah ada pertanyaan berbalas Ternyata buku lama itu memang diperlukan Dibaca kembali, agar hati tidak menjadi bodoh Evaluasi dapat dianalisis, hingga dirimu tidak lagi jatuh pada angan Yakinlah jalanmu sejauh ini diatur oleh-Nya Dijauhkan dan ditemukan dengan orang-orang yang jauh lebih memahami Maka, manusia, kenapa ragu akan takdir-Nya Kenapa takut akan tidak menemukan padahal jalanmu adalah ditemukan Bacalah jalanmu, sepertiny...

Lewat

 Terjebak dialektika dalam nalar Ditatap nanar oleh sosok diri sendiri Mengharapkan untaian adegan Tentangnya yang nyata tapi tidak merasa Tatapannya merdu untuk jiwa yang haru Sapanya halus seolah sedang mengelus Hingga akhirnya dia tahu  Ternyata mendamba setelah sudah berlalu Tidak ada yang sia-sia Setelah sekian lama dia tetap inersia Akhirnya orang itu muncul, mengusik Memberi ajar untuk berhenti diam Cari tahu ingin diri Beri pandang tentang standar Beri sadar tentang kualitas Bawa sadar pada realitas