Langsung ke konten utama

Rindu yang Bimbang


Sekuat apapun aku mencoba melepas bayang kehadiranmu, sesulitnya aku mencoba mengikhlaskan. Dalam bayangan senja yang datang menutup hari, aku menghela napas sembari terkadang melepas sisa rasa yang ada untukmu. Perbedaan jarak dan kondisi memang tidak dapat kumengerti sepenuhnya. Dalam rasa yang terambang, aku meraba.
            Aku paham bahwa kata apa kabar dariku mungkin tak bermakna. Sulit rasanya jariku untuk mengirim pesan itu padamu. Hingga akhirnya mencari alasan yang tepat merupakan aktivitas pelik yang harus kuhadapi setiap detiknya.
            Ku kira kamu sudah berkembang dengan lingkunganmu yang baru. Mungkin pada akhirnya semua berakhir. Jeruji yang tak bisa kulepas sebelumnya. Ceritakan aku tentang alasanmu. Sebab kata-katamu tak lagi bisa kupahami sebagai alasan. Titipkan tanyaku pada angin.
            Karena kalimatku lelah kamu abaikan. Jauh terasa sangat jauh. Lepaskan belenggu. Aku mencapai retensiku. Melepasmu pergi dengan sesungguhnya pergi. Lepaskan jurang yang hampir kutelusuri karenamu. Jagalah dirimu baik-baik. Karena mungkin memang tak pantas untuk aku menerima alasanmu. Tak pantas untukku jika aku tetap di sini. I deserve more than you.
            Aku masih mencoba. Menikmati peran yang diberikan padaku. Telinga untuk mendengar banyak. Di setiap sudut bibir yang mengeluhkan atau sekedar bercerita. Aku sendiri dan mulut yang berkisah sudah akan berpasangan dengan pilihannya. Perjuangan cerita mereka. Suka duka dan rasa penuh kasih. Sementara tak ada satu pun yang benar-benar kurasakan. Nafsuku terlalu menggebu untuk bisa merasa. Menahan keinginan untuk meleburkan kebekuan hatiku. Mencairkan air mata yang tak pernah lagi ingin dijatuhkan. Setiap kali dan akhirnya membuatku merasa.
            Aku takut pada kebosanan sehingga mencipta berbagai mimpi. Mimpi duniawi yang ingin kulakukan. Agar aku bisa benar-benar melupa rasa jika memang belum waktunya. Kata seseorang, perjuangan bukan hanya di pihak lelaki. Namun, bagaimana jika sebagai wanita tak satu pun menarik. Menarik rasa penasaranku, mati. Ingin beranjak tapi berat mencipta jalan yang belum tersedia.
Aku sudah sepenuhnya lelah dianggap tak ada. Aku benci kata butuh kalau pada akhirnya harus pergi karena sudah tidak butuh. Aku lelah dengan kata lelah yang akhirnya membuat orang menghilang. Aku bosan dengan kata bosan yang membuat orang berhenti menggunakan logika dan memikirkan keberadaan orang lain. Aku muak dengan kata muak karena kata itu seperti perpisahan yang dibuat tanpa kesepakatan.
            Aku adalah aku yang entah mengapa masih mencoba menerima seburuh apapun kata yang keluar. Dan kamu adalah kamu yang cukup ada tanpa pernah merasa aku ada. Sedangkan kita adalah kata yang tak mungkin berujung untuk aku dan kamu karena bagaimana menjadi kita kalau tak satu kata pun pernah disepakati oleh mulutku dan mulutmu.
            Entah hal apa yang membawa ingatanku padamu. Mungkin suasana senja sore ini yang menggoda. Di tengah keramaian, aku mencoba mengingat beberapa hal. Hal-hal yang membuatku dapat tenang sejenak dari beban-beban pikiran. Aku teringat masa yang memberiku ruang untuk belajar, menikmati rasa, dan sedikit bermain. Sendiri, aku terduduk di salah satu sisi. Merebahkan badanku yang lelah berlari mengelilingi trek lapangan ini. Memandangi langit dan kembali mencoba mengingat. Namun, entah mengapa ingatan tentangmu tak mampu terlewati. Masih dengan jawaban yang dengan lekat kuingat. Jawaban dari pertanyaanku yang selama ini kupertanyakan dan pada waktu itu, aku beranikan bertanya.
            Tiga tahun setelah merelakan, aku merasa sudah melupakanmu dan tak ada yang tersisa. Tak lagi ada keinginanku untuk memperbaiki hubungan kita meski masih ada satu pertanyaan yang masih ingin aku ketahui jawabannya. Tiga tahun dengan bayanganmu membuatku mengerti mengikhlaskan dan menghilangkan benci. Aku mencari hal lain dan berkelana ke daerah lain. Menggunakan masa muda yang masih tersedia untuk hal yang lebih berharga sehingga nanti dapat kukenang.
            Malam itu, aku beranikan diri menghubungi kembali walaupun pada beberapa bulan sebelumnya kita dipertemukan kembali dalam sebuah pertemuan. Pertemuan itu cukup untukku membuktikan usahaku selama ini dan menguji keikhlasan hati. Bertemu denganmu dan memberanikan diri untuk bertanya tentang kesibukanmu serta tentang hal yang akan kulakukan dalam waktu dekat. Sayangnya, aku tak mengerti kenapa pada malam itu, kamu justru menghindar dari keramaian.
            Kamu pergi pada salah satu sudut dan sibuk bermain dengan hpmu. Mungkin ada pekerjaan penting yang harus kamu selesaikan. Dalam perbincangan singkat kita, sebenarnya aku gelisah dengan jawaban-jawabanmu yang mencoba melakukan perbandingan pada nasib kita berdua. Seolah kamu tidak puas dengan apa yang kamu jalani saat ini. Aku selalu percaya bahwa kita memiliki jalan kita masing-masing. Jika bisa aku deskripsikan percakapan kita malam itu, mungkin kurang lebih seperti di bawah ini.
Aku : “Hey, sibuk aja dengan hpmu. Gabung gitu dengan yang lain.”
Kamu : “Iya, ini lagi ada yang harus diberesin di kos.”
Aku : “Kalian sudah selesai UAS?”
Kamu : “Itulah, belum lagi. Kami libur dulu baru UAS. Kalian udah ya? Enak lah ya. Ohiya, kemarin kamu tanya tentang perusahaan itu untuk apa?”
Aku : “Ooh, aku berencana kerja praktek di salah satu perusahaan di kotamu. Kebetulaan ada temanku yang juga orang asli sana.”
Kamu : “Enaklah ya, kalian ada praktek-praktek gitu, kami ga ada. Kalaupun ada, ga wajib dan ga diurusin. Jadinya, dapatnya KP di mana?”
Aku : “Kemarin itu, aku juga ngajuin proposal di perusahaan kertas di sini, tapi lama banget ga dapat balasan. Akhirnya aku cari lagi dan dapat di pabrik industri hulu gitu di sini juga. Kamu rencana lulus kapan?”
Kamu : “Tahun depan insyaAllah. Memang kamu kapan?”
Aku : “Aku sedang cari topik juga sih sekarang. Kalau nanti ketemu dan bisa selesai semester ini, kayaknya aku selesaikan semester ini. Kalau di tempatmu memang gimana?”
Kamu : “Ya biasanya empat tahun gitu lah, cuman ya gitu, ga ada praktek, jadi agak kurang gitu implementasinya.”
Aku : “Yaudah, yok, gabung sama yang lainnya di sana.”
            Mungkin seharusnya kita dapat membahas dan menanyakan tentang kabar kita masing-masing. Namun, terasa sangat aneh dan sulit. Sama sekali kamu tidak melihat padaku ketika percakapan itu kita mulai. Entah karena ada rasa minder atau apapun itu, yang jelas aku tak dapat menerka prasangka.
            Sewindu, aku mengetahui sosokmu. 2 tahun untuk cukup tahu tanpa ingin tahu. 3 tahun untuk mengenalmu dalam, mendengar kisahmu, menemani, dan banyak hal yang tak dapat kutuliskan dengan kata-kata. 3 tahun untuk mempertanyakan perpisahan dan perubahan. Sesekali merindu, sesekali membenci, dan penuh warna lain. Genap sewindu, cukup. Mungkin ini maksud kalimat:” Enough is enough”. Entah sampai kapan, inspirasi kata-kataku masih berawal karenamu. Bukan karena aku bodoh, menyimpan rasa untuk seseorang yang tak lagi kukenal. Namun, karena aku ingin menceritakan semua rasa. Hingga aku tak lagi punya kata untukmu.
            “Kamu baik padaku Pernyataanmu yang menjawab salah satu tanyaku pada chat beberapa bulan setelah pertemuan kita itu. Mungkin aku akan terus mengingatkanmu tentang luka masa itu jika aku tetap melekat di harimu. Mungkin memang itu alasanmu. Aku masih mengingatmu sebagai sejarah. Aku tak berharap akan mengingatmu sebagai masa depan. Waktunya sudah genap dan aku rasa ini semua benar-benar akhir. Semoga hidupmu selalu menjadi lebih baik. Jawabanmu saat itu cukup membuat pertanyaanku terjawab, meski tak seutuhnya.
            Selamat tinggal, selamat menikmati masa depanmu. Terima kasih untuk jawaban-jawaban atas tanyaku. Terima kasih untuk masih menerima kata rinduku masa itu. Terima kasih untuk tidak membalas pesan-pesanku sehingga aku yakin. Terima kasih atas petunjuk yang terisyarat.  Aku tak tahu apakah nanti aku masih ingin bertemu. Aku tak ingin bertemu saat ini. Tak ingin lagi mencipta tanya meski mungkin kita akan dipertemukan. Sekedarnya, izinkan aku untuk memperkenalkan kata-kataku pada publik. Sebab aku tak tahu ada berapa puisi yang tercipta karenamu.

Terbaring melepas bingung
Insomnia menghantui malam
Menghalau mataku untuk tidur
Ketika jalanku hilang, diriku kembali

Bukan lagi tentang lelaki
Namun, ini tentang aku
Yang menemukan sesuatu berharga
Setelah benar-benar melepaskan

I’ll See You
I see you when I see you,  the fact is we never see each other since that day
Truly I have to say impossible for us to collaborate again,
Making impact to the world we choose

Your way isn't same as the way I walk because you also choose not to discuss it with me
Not looking the stars as we used to define it's pretty
Someone told me that I deserve more
I don't need to regret even a thing

I just need to make it up as the first time we met
So, I can feel nothing about you and turn off all memories until I find the new one
You're history that won't come back,  but you're written on my text book.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Penggunaan Zat Adiktif dan Psikotropika Terhadap Aspek Kehidupan

Dampak Penggunaan Zat Adiktif dan Psikotropika  Terhadap Aspek Kehidupan Disusun Oleh: {          Diajeng Anjarsari Rahmadhani {          Kezia Grace Monica {          Kresna Dwiki Ramadhana {          Rashif Imaduddin Lukman KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmatnya sehingga kami dari Kelompok 1 dapat menyelesaikan makalah mengenai Zat Adiktif dan Psikotropika. Makalah ini kami buat dengan penuh ketelitian dan kami rangkum dari beberapa sumber yang dapat dipercaya.  Makalah ini kami harap dapat bermanfaat bagi pembaca mengingat banyaknya pemanfaat negatif dari zat adiktif dan psikotropika. Dengan adanya makalah ini kami harap kita semua dapat terhindar dari dampak negatif zat adiktif dan psikotropika.Zat adiktif dan psikatropika adalah zat berbahaya yang telah diakui secara internasional.  Namun zat adiktif dan psikotropika juga memiliki pemanfaatan yang positif. Mengenai pemanfaatan zat adi

Sudut Pandang

Bulan, hidup terasa kadang sunyi. Di balik temaram sinarmu, kadang aku meringkuk mencoba mencari solusi. Tidak ingin meratapi tapi kadang semesta punya caranya untuk berdialog dengan ujian. Ada pelajaran yang harus kupetik agar aku menemui kebaikan di ujung perjalanan. Istirahat adalah akhir yang banyak tidak manusia mengerti. Saat tidur dianggap sebagai penghilang masalah, tapi nyatanya gelombang kegelisahan tetap masuk berwujud mimpi. Nyatanya dunia adalah tempat berlelah hati dan pikiran untuk akhir yang kekal. Bintang, ingin rasanya kupeluk permukaanmu agar tenang merasuk pada jiwa yang bergejolak. Meski tak dapat kuterka bagaimana suhu permukaanmu. Namun, entah kenapa aku percaya bahwa kelap kelipnya cahayamu seperti mengajarkan cara bertahan agar tetap menyala. Angin, aku melihat seorang wanita muda terpaku pada tatapannya sore ini. kutemui dia dalam keceriaan tadi pagi, tapi entah mengapa rautnya berubah menjadi mendung. Jika ku analisa, sepertinya bukan hiruk pikuk kota

Tentang Hari Ini

Hari ini, dia terlihat lebih tampan dari biasanya Terlihat lebih profesional dan disiplin waktu karena salah satu atribut yang dikenakannya Hari ini, dia bercerita lebih banyak dari biasanya Dia menyuarakan perasaan dan pikirannya lebih lantang denganku Hari ini, dia bercerita dengan menatap mataku Mataku tanpa ragu menatap dan menanggapi dengan sungguh Hari ini, aku mengerti kenapa dia disenangi Kelembutannya tulus dan caranya memanusiakan manusia terpancar tanpa usaha yang lebih Hari ini, aku sadar mengapa ada penasaran tentangnya Aku menemukan frekuensi yang ternyata serupa tapi tak pernah kami coba selaraskan Hari ini, aku memberi saran untuknya Karena aku tahu dia harus mencari apa yang belum dia temukan pertanyaannya secara jelas Hari ini, aku sadar mengapa aku nyaman dengannya Aku juga sadar meski mungkin bersamanya, tapi ketidakmungkinan lebih besar karena sepertinya logikaku berkata dia tidak seperti yang ku cari Hari ini, aku menemukan kembali Sedikit merasa ada kemungkinan t